Tulisan Jalan

Hidupku untuk mengharumkan nama-MU Jangan bersukcita ketika engkau berhasil dalam pelayanan, tetapi bersukcitalah karena namamu tercatat di Surga

Kau istimewa. Di seluruh dunia, tidak ada orang yang sepertimu. Sejak bumi diciptakan tidak ada orang lain yang sepertimu. Tidak ada orang lain yang memiliki senyummu, tidak ada yang memiliki matamu, hidungmu, rambutmu, tanganmu, suaramu. Kau istimewa. Tidak ada orang lain yang memiliki tulisan yang sama denganmu. Tidak ada orang lain yang memiliki selera akan makanan, pakaian, musik, atau seni sepertimu. Tidak ada orang lain yang memiliki cara pandang sepertimu. Sepanjang masa tidak ada orang lain yang tertawa sepertimu, tidak ada yang menangis sepertimu. Kaulah satu di antara seluruh ciptaan yang memiliki kemampuan seperti yang kau miliki. sampai selamanya, tidak akan ada orang yang akan pernah melihat, berbicara, berjalan, berpikir, atau bertindak seperti dirimu. Kau istimewa...kau langka. Tuhan telah menjadikanmu istimewa dengan satu tujuan yaitu MEMULIAKAN DIA

Cari Blog Ini

Kamis, 28 November 2013

“DARI SABANG SAMPAI MERAUKE” MUNGKIN HANYA TINGGAL KENANGAN!

***Firman-Mu adalah Pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku***

"DARI SABANG SAMPAI MERAUKE"  MUNGKIN HANYA TINGGAL KENANGAN!

 

"Dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau, sambung menyambung menjadi satu itulah Indonesia, Indonesia tanah airku aku berjanji padamu, menjunjung tanah airku, tanah airku Indonesia." Inilah syair lagu yang diciptakan  oleh R. Suharjo. Sering saya nyanyikan ketika masih anak-anak di Sekolah Dasar bahkan sampai di bangku SMU. Dulu, saat menyanyikan lagu ini, di relung hati terdalam muncul perasaan bangga sebagai anak kandung Indonesia. Bulu kuduk saya berdiri. Semangat patriotisme membara di sanubari. Namun jujur saya katakan, kini, tatkala menyanyikannya, bukan lagi ada getaran bangga menggelegar, justru ada rasa pilu mengiris dada. Jantung berdetak kencang. Pesimisme mengental di dada saya. Saya yakin jikalau pencipta lagu ini masih hidup, dia pasti merintih pilu melihat kondisi negeri ini.

            Memasuki pertengahan tahun 1998, seluruh rakyat Indonesia mulai menghirup udara segar reformasi. Beda betul dengan zaman ORBATO (ORde baru di BAwah SoeharTO), rakyat hidup serba takut. Rakyat kegirangan dan bebas bagai rusa hutan masuk kampung. Kita tidak usah berdebat tentang era reformasi lebih baik atau lebih buruk dari era orbato. Itu membuang-buang energi saja. Sebab sejak Indonesia merdeka sampai hari ini sebagian besar rakyatnya belum dapat menikmati kemerdekaan dari kemiskinan dalam arti luas. Yang sejahtera hanyalah para pemimpin. Sebagian besar rakyat Indonesia sampai detik ini tetap miskin. Dan selalu terpinggirkan. Terinjak-injak. Ironis, yang mewakili rakyat justru memiliki pendapatan miliaran rupiah setiap tahun, sementara rakyat yang katanya mereka wakili, ada 70 juta jiwa masih terus terseok-seok bergumul saban hari untuk mencari sesuap nasi. (Vivanews. Rabu, 12 Januari 2011, 12:56 WIB.Nur Farida Ahniar). Dan kondisi negeri kita makin diperburuk lagi dengan ulah para pemimpin saat ini yang semakin memuakkan hati rakyat.  Pemimpin yang semestinya menjadi teladan dalam soal bajik dan bijak bagi rakyat, kini menjadi telah edan. Amat memilukan dan memalukan apa yang dikemukakan seorang ahli Indonesia dari Northwestern University AS, Prof. Jeffry Winters bahwa sistem demokrasi yang sekarang dikuasai para maling. Hanya mereka yang punya uang banyak yang bisa naik. Setelah berkuasa, mereka kembali maling untuk mengembalikan sekaligus meraup untung dari investasi yang dikeluarkan. Yang terjadi seperti lingkaran setan. (http://www.rimanews.com/read/20110810/37576/jeffry-winters-negeri-ini-dikuasai-maling). Bukan cuma itu. Camkan baik-baik, hutang Indonesia sudah mencapai Rp 1796 triliun. Bila dibebankan kepada setiap rakyat Indonesia, maka setiap orang harus menanggung utang sebesar Rp. 74 juta (RMOL, Ninding Julius Permana, Kamis, 28 Juli 2011 , 10:50:00 WIB). Hutang sudah seabrek-abrek begitu masih dirampok oleh para pejabat. Simak saja laporan Carolina Damanik yang menyebutkan ada 17 orang Gubernur dari 33 orang tersangka korupsi. Bayangkan ada 50% dari jumlah seluruh Gubernur di Indonesia (33 Propinsi) adalah maling. Dan ada 138 orang Bupati/Wali Kota dari 497 Kabupaten/kota yang juga berstatus tersangka korupsi. (http://sosbud.kompasiana.com/2011/01/18/138-bupatiwalikota-17-gubernur-tersangka-korupsi-fantastik/). Belum lagi para maling yang merajalela dalam proyek-proyek APBN.  Quo Vadis Indonesia?

Jika seluruh komponen bangsa ini terutama para eksekutif, legislatif, dan yudikatif  di negeri ini tidak melahirbarukan rasa dan sikap nasionalisme NKRI-nya di dada dan kepala mereka, maka dalam keyakinan saya, tidak perlu menunggu waktu terlalu lama, kita sudah tidak dapat lagi menyanyikan lagu "Dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau, sambung menyambung menjadi satu, itulah Indonesia." Rantai ratna mutu manikam akan putus berantakan. Semoga saja keyakinan saya hanyalah ilusi. Mengapa saya merasa demikian pesimistis? Ada beberapa fenomena yang saya cermati telah menjadi stimulator disintegrasi NKRI. Pertama, telah terjadi kesalahan serius yang dilakukan pemerintah dan wakil rakyat kita di masa lalu, yang telah memberikan hak sangat-sangat istimewa kepada Propinsi NAD dibandingkan dengan puluhan propinsi lainnya yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Sebagai orang awam politik, saya mengamati ini naif  dan berbahaya. Bom waktu pasti meledak. Lambat namun pasti NAD akan lepas bagai burung terbang ke angkasa. Lihat saja pemda Aceh ingin sekali mengibarkan bendera bintang bulan sebagai benderanya sendiri. Puluhan propinsi lainnya akan terbakar cemburu dengan perlakuan istimewa ini.  Lihat saja tanda-tandanya sudah nampak. Fakta mulai muncul sebagaimana para akademisi di Universitas Sumatera Utara (USU) yang baru-baru ini menggemakan revolusi pemikiran untuk Sumatera Utara merdeka dari NKRI. Bukan tidak mungkin daerah lain ingin melakukan hal yang sama. Apalagi dari dulu ada beberapa daerah yang memang kebelet ingin merdeka! Kedua adalah maraknya euforia otonomi daerah sehingga pemerintah daerah tergiur membuat peraturan-peraturan daerah (PERDA) berdasarkan syariat agama tertentu. Ini virus mematikan yang lebih berbahaya dari virus flu burung. PERDA-PERDA ini adalah suatu upaya pengelompokkan sistematik manusia Indonesia ke dalam kotak-kotak permusuhan dan penjajahan gaya baru terhadap kelompok yang dianggap minoritas. Akibatnya, kerukunan internal masyarakat saat ini mulai terpecah belah. Saat ini nuansa disintegrasi masyarakat sudah dirasakan. Ketiga, ketidakdewasaan berpolitik para politisi negeri ini merupakan stimulan efektif terhadap disintegrasi bangsa. Dalam era reformasi yang terlihat adalah ketidakmampuan eksekutif dan legislatif bergandengan tangan sebagai manusia dewasa untuk membangun visi misi keindonesiaan yang sejati. Eksekutif dan legislatif tidak pernah akur duduk sehati, seroh, sejiwa dalam memikirkan akan dibawa ke mana negeri puluhan ribu pulau ini. Yang terjadi adalah adegan politik berselera rendah dan bernafsu murahan. Gontok-gontokan bagai preman jalanan. Politik uang tetap masih menjadi gaya berpolitik di negeri ini. Sidang-sidang di dalam gedung DPR RI diwarnai gelegar suara penuh teriakan bagai orang senewen dan kepalan tangan bak petinju yang rakus menonjok musuh. Yang ditonjolkan adu politik bukan adu visi misi yang dibingkai oleh program-program berhati nurani bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.  Kondisi ini hanya akan membuat Indonesia berputar-putar di tempat. Pusing tujuh keliling. Akhirnya habis nafas. Kolaps. Apakah eksekutif dan legislatif kita mau mengubah dirinya? Moga-moga saja mau. Keempat, motivasi utama mendirikan partai dan mencapai puncak tertinggi dalam jabatan kepartaian adalah untuk  meraup kuasa dan uang an sich. Bukan meraih kuasa demi menyejahterakan rakyat. Kalaupun untuk kesejahteraan. Itu untuk kesejahteraan rakyat tertentu. Bukan untuk seluruh rakyat Indonesia. Kawan separtai diusung menduduki BUMN-BUMN sebagai mesin uang bagi partai politiknya. Setiap orang yang merasa diri sebagai pemimpin dengan berbagai cara membentuk partai politik nasional maupun agamis sebagai kendaraan untuk mencapai puncak kekuasaan yang ujung-ujungnya adalah materi. Bahaya kelima, ketidaktegasan dan ketidakbecusan aparatur hukum dalam penegakkan hukum, keadilan, dan kebenaran yang telah dibingkai dalam sistim perundang-undangan dan hukum nasional. Tak sedikit peraturan di negeri ini yang ironis. Berbalikpunggung dengan konstitusi NKRI. Lihat dan cermati, apakah PERDA-PERDA berdasarkan syariat agama tertentu tunduk pada konstitusi NKRI? Bagaimana dengan PERDA-PERDA lainnya yang menghambat pertumbuhan ekonomi rakyat (menghasilkan ekonomi biaya tinggi)? Bagaimana dengan Peraturan Bersama Menag dan Mendagri (Perber 2006)? Apakah Perber ini tidak bertentangan secara esensi dengan UUD 1945 yang sangat menghargai dan mendorong kebebasan rakyat memeluk dan menjalankan agama yang diyakininya? Penegakkan supremasi hukum hanyalah jargon kosong murahan. Kemelempeman penegakkan hukum, keadilan, dan kebenaran akan menjadi pemicu dan pemacu meledaknya chaos antar masyarakat. Tinggal tunggu waktu saja. Pancasila sebagai dasar dan falsafah bangsa dan NKRI hanyalah tinggal sebutan yang nirarti. Bahaya keenam, korupsi yang bergentayangan hampir di semua instansi merupakan tindakan kejahatan kemanusiaan yang tidak dianggap serius. Korupsi telah merasuk dan merusak sampai ke darah daging bahkan jiwa manusia Indonesia. Tidak heran bila Jimly Asshiddiqie, mantan ketua MK mengatakan bahwa saat ini yang terjadi pada para penyelenggara negara adalah trias koruptika.  "Pencuri eksekutif, pencuri legislatif dan pencuri yudikatif. Semua mencuri. Sudah rusak penyelenggaraan negara ini,"( http://politik.rmol.co/read/2013/11/26/134675/Jimly:-Standar-Akhlak-Penyelenggara-Negara-Sudah-Kacau-Balau-).  Ketujuh yang akan menceraiberaikan negeri puluhan ribu pulau ini adalah ketidakbenaran alias dosa. Firman Tuhan mengatakan, "Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya. Kebenaran meninggikan derajat bangsa, tetapi dosa adalah noda bangsa." Kita tidak peduli mana dosa dan bukan dosa. Itu sebabnya tidak ada damai sejahtera, ketenangan, dan ketenteraman di negeri ini. Setiap tahun di negeri ini dibunuh  jutaan janin. Janin dianggap hanya seonggok daging tanpa nilai ilahi. Membunuh manusia dengan bom mengerikan dianggap perbuatan membela dan menyenangkan Tuhan. Narkoba telah menjerat jutaan manusia Indonesia. Bahkan wacana melegalkan pemakaian ganja mulai marak dibicarakan. Ini pemikiran yang ditebarkan iblis untuk memunahkan manusia Indonesia. Seks bebas dan seks sesama jenis dianggap hal wajar. Merusak lingkungan hidup, hutan, laut, udara demi kepentingan ekonomi dianggap hal biasa saja. Hukum dijungkirbalikkan. Membela yang benar digantikan dengan membela yang bayar. Ketidakjujuran di sana sini merupakan kiat mencapai sukses. Manusia hidup dengan standarnya sendiri. Pendek kata, hormat dan takut akan Tuhan hampir lenyap di negeri ini. Dan yang paling akhir, tidak diragukan bahwa bangsa asing begitu kebelet agar Indonesia yang kaya akan Sumber Daya Alam dapat dikuasai. Pasti ada upaya untuk memporakporandakan NKRI. Semoga para elite negeri ini siuman akan hal ini. Stop korupsi. Bangun kembali semangat nasionalisme Indonesia yang kokoh. Bersatu kita teguh, berkorupsi kita hancur berkeping-keping.

 

            Dalam gentar saya merenung; apakah seperempat abad lagi saya atau anak cucu cicit saya masih dapat melantunkan lagu "Dari Sabang Sampai Merauke Itulah Indonesia?" Masihkah Indonesiaku bak ratna mutu manikam yang membentang indah permai dari Sabang sampai Merauke? Sebelum NKRI mengalami nasib sama dengan Uni Soviet, mari kita manusia Indonesia kembali menjunjung tinggi nilai-nilai PBNU yakni Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI harga mati bukan mati harga, dan UUD 1945. Terutama lakukan Sila pertama dan kedua Pancasila. Kedua Sila ini merupakan dasar yang kokoh bagi tiga Sila lainnya. Pancasila tidak pernah berkhianat kepada siapapun. Jangan kita mencampakkannya. Mari kita menghormati Tuhan Sang Pencipta langit, bumi, laut, dan segala isinya yang telah menganugerahkan kemerdekaan pada kita. Kita harus bersatu kembali dan saling mengasihi sebagai saudara setanah air tanpa memandang latar belakang suku, agama, politik, warna kulit, dan asal usul pulau. Itulah yang dikehendaki-Nya tatkala menganugerahkan kemerdekaan pada kita. Dan di atas semuanya berlakukanlah firman Tuhan ini, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."

 


In Christ's Love
Rev. Hans

"Jangan takut! Teruslah memberitakan firman dan jangan diam! (Kisah Para Rasul 18:9b).




Baca Terusannya »»  

Selasa, 26 November 2013

Jumat, 15 November 2013

Pendeta Atau ….?

***Firman-Mu adalah Pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku***

Pendeta Atau ….?

 

            Mungkin hampir semua orang Kristen Indonesia pernah menyanyikan lagu "Tetap Setia" yang liriknya ditulis oleh Sari Simorangkir dan musiknya sebagai hasil kreasi seorang  Steve Tabalujan. Bahkan lagu ini mungkin juga sering dinyanyikan oleh para pengamen jalanan. Pengamen jalanan saat ini saya amati banyak menguasai lagu-lagu rohani. Mungkin mereka berpikir kalau nyanyi lagu rohani Kristen, maka akan diberikan uang guede heheheeeeeee….. Syair lagu "Tetap Setia" demikian, "Selidiki aku, lihat hatiku, apakah ku sungguh mengasihi-Mu Yesus. Kau yang mahatahu dan menilai hidupku, tak ada yang tersembunyi bagi-Mu. Tlah ku lihat kebaikan-Mu, yang tak pernah habis di hidupku. Ku berjuang sampai akhirnya, Kau dapati aku tetap setia." Saya menduga penulis lagu ini terinspirasi dari Mazmur 26:2 yang berkata, "Ujilah aku, ya TUHAN, dan cobalah aku; selidikilah batinku dan hatiku." Juga dari Mazmur 139:23, "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku."

           

Sebagai pendeta, apakah kita berani "menantang" Tuhan seperti permohonan pemazmur di atas? Saya pikir kita tidak harus seperti pemazmur, tetapi sepanjang waktu kita perlu mengevaluasi hidup dan motivasi pelayanan kita. Apakah sebagai hamba Tuhan Yesus, jika Dia menilai hidup dan motivasi pelayanan kita, akankah Dia mendapatkan hati kita sungguh-sungguh mengasihi Dia? Apakah kita dapat membuktikan sejatinya kita ini tulus melayani dan mengasihi-Nya? Ataukah ada motivasi lain di balik pelayanan yang kita jalani? Rasul Paulus mengingatkan jemaat Korintus demikian, "Sebab kami tidak sama dengan banyak orang lain yang mencari keuntungan dari firman Allah. Sebaliknya dalam Kristus kami berbicara sebagaimana mestinya dengan maksud-maksud murni atas perintah Allah dan di hadapan-Nya" (2Korintus 2:17).  Demikian pula rasul Petrus berkata dalam 1Petrus 5:2, "Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri." Kiranya dijauhkan kita dari seperti yang dikatakan Yudas 1:16, "Mereka itu orang-orang yang menggerutu dan mengeluh tentang nasibnya, hidup menuruti hawa nafsunya, tetapi mulut mereka mengeluarkan perkataan-perkataan yang bukan-bukan dan mereka menjilat orang untuk mendapat keuntungan."

           

            Masih segar dalam ingatan saya ketika dalam pembekalan untuk diteguhkan sebagai pendeta dan gembala jemaat di salah satu gereja. Ketua sinode dari gereja tersebut bertanya begini kepada saya dengan nada yang tegas, "Coba jelaskan, saya ingin tahu apa motivasi pak Hans masuk ke gereja ini?" Saya tidak menyangka ada pertanyaan seperti ini. Hati saya berdebar-debar karena kaget dan tidak menyangka seorang ketua sinode tanpa etiket dan etika, lugu, polos, mentang-mentangan  dalam mengemukakan pertanyaan. Mungkin ia merasa sebagai bos dan saya dianggapnya sebagai bawahannya. Suasana dalam pembekalan tersebut menjadi galau seketika. Pada waktu itu saya menjelaskan datar-datar saja bahwa saya tidak pernah melamar atau menyodorkan surat permohonan untuk melayani kepada para majelis. Setelah saya menjawab seperti ini, mendadak sontak seorang majelis berkata kepada ketua sinode yang miskin tata krama ini, "Maaf pak, kalau bapak berada di posisi pendeta Hans, maka pasti bapak tersinggung dengan pertanyaan itu. Perlu bapak ketahui bahwa pendeta Hans kami yang undang untuk menggembalakan jemaat kami." Raut wajah sang ketua sinode menjadi muram, mungkin dia malu karena salah kaprah bin salah duga, dan akhirnya ia tidak melanjutkan pertanyaannya lagi.

 

Saya merenung. Mungkin sang ketua sinode ini pernah menemukan ada hamba Tuhan yang melamar pelayanan ke gereja sana sini dengan motivasi nilai ekonomi atau keuntungan materi tertentu. Mereka kadang memakai jurus mencari tahu berapa besar gaji, tunjangan, dan fasilitas yang bakal diperolehnya ketika kelak menjadi gembala jemaat di sebuah gereja. Atau mungkin juga, siapa tahu, di hati ketua sinode ini memang punya motivasi tertentu dalam menggembalakan jemaat maupun ketika ia menduduki jabatan pelayanan di sinode. Wallahualam  bissawab! Saya pernah mendengar majelis gereja yang bercerita kepada saya. Katanya sekali waktu ada pendeta yang diundang untuk menjadi gembala jemaat di gerejanya. Tapi akhirnya majelis tidak melanjutkan pembicaraan dengan pendeta tersebut, karena ia banyak menuntut gaji yang besar, tunjangan, dan fasilitas yang wah.

 

Maafkan saya mengutip kritikan pedas dari seorang hamba Tuhan dari gereja aliran karismatik, Pendeta Daniel Alexander. Ada sebagian kutipan yang saya baca dari Majalah Standard, Edisi 6 tahun I (2005) pada halaman 30-31 demikian, "Orang yang sekalipun ngeroh Karismatik tetapi begitu tidak seimbang, ia mulai memikirkan harta duniawi lebih dari pada orang kafir. Saya meneliti terus mengapa orang-orang bisa jatuh. Mereka tidak jatuh dalam perzinahan. Orang dalam roh takut akan hal itu, tetapi orang-orang rohani tidak takut akan duit... tetapi karena duit, mata kita bisa berubah walaupun dalam roh. Maka hati-hati dengan uang. Lihat perpecahan gereja Karismatik, kita dulu mengejek Protestan, Katolik, Pentakosta yang tidak punya roh, ternyata dia lebih dari kita. Tidak ada persoalan dan perpecahan. Tetapi kita ini pecah terus. Sekarang gereja memutar haluan Lukas 15, 180 derajat. Gereja sekarang berkata: "Kami lebih rela membiarkan yang satu orang tetapi memelihara yang 99 karena ke-99 orang itu kaya semua... domba kaya itu sekarang yang lebih banyak mengatur pendeta, begitu banyak pendeta yang dibeli oleh pengusaha." Setelah melayani  selama lebih dari 31 tahun dan mengunjungi berbagai gereja, saya melihat adanya kecenderungan beberapa hamba Tuhan yang menganggap bahwa jemaat adalah income kita. Jemaatlah yang dapat menunjang kehidupan keluarga kita. Ingatlah bahwa gereja adalah milik Tuhan dan bukan sumber pendapatan dan tunjangan untuk hari tua kita. Seorang gembala, dengarkan baik-baik, saya tidak percaya kalau seorang pendeta punya jemaat ribuan, itu bukan gembala. Itu bos. Perhatikan baik-baik, saat ini banyak gereja diselewengkan dan disalahgunakan. Gereja tidak segan-segan lagi bertengkar dan meributkan masalah keuangan. Muncul pula kecenderungan orang memperebutkan kedudukan sebagai pendeta karena ' bandha abab sugih' yang artinya, modal cuap-cuap saja sudah bisa kaya. Oleh karena itu, saya mengatakan bahwa setan sudah pindah ke gereja... iblis membuka pandangan baru bagi gereja bahwa bisnis gereja di akhir zaman ini hasilnya sungguh menggiurkan. Apalagi kalau pendetanya pintar ngomong, jemaatnya akan terus bertambah banyak. Dan persembahan yang diberikan pasti banyak juga. Anda tahu bukan bahwa burung merpati melambangkan Roh Kudus? Anda jangan marah kalau saya berkata, "Orang Karismatik, orang Pentakosta adalah orang yang (maaf) paling kurang ajar. Mereka menggunakan Roh Kudus untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri. Akhir zaman orang Karismatik banyak yang jual-beli Roh Kudus. Lihat minyak urapan pun menjadi duit, doakan orang dapat duit... itulah jual beli Roh Kudus"

 

Pdt. Daniel Alexander tajam mengemukakan hal ini. Namun ada koreksi sedikit untuknya. Siapa bilang gereja Protestan atau Injili tidak ada perpecahan? Hampir semua orang Kristen Indonesia tahu bahwa tidak sedikit gereja Protestan atau Injili yang berantakan karena berbagai macam alasan. Ada gereja hancur karena bapak pendeta. Ada yang hancur karena petingginya suka menjual inventaris "Belanda", pendetanya korupsi, sewenang-wenang sok penguasa, menabrak semua aturan gereja, memakai uang gereja demi kepentingan pribadi, mencari bantuan uang dengan alasan membangun gereja di desa-desa padahal uang bantuan itu sebagian "disunat" untuk mengisi kantong pribadi, dan banyak sekali alasan lainnya yang menghancurkan gereja dan mempermalukan Sang Kepala Gereja sejati, Yesus Kristus. Saya pernah diceritakan seorang majelis gereja. Katanya ada seorang ketua sinode mau berlibur dengan keluarganya di suatu kota. Jauh hari sebelum berlibur bersama keluarganya, dia menelpon seorang majelis gereja dengan tujuan minta pelayanan pada waktu mereka berlibur. Dia pikir sebagai ketua sinode maka keinginannya pasti dituruti. Ternyata tidak. Kenapa tidak? Ya enak saja orang ini, mau berlibur tapi minta pelayanan supaya gratis nginap dan konsumsinya selama berlibur ditanggung majelis. Rupanya sang ketua sinode ini senang membaca pepatah klasik "sekali mendayung dua tiga pulau terlewati" atau pepatah modern yang berkata, "sambil menyelam minum coca cola" heheheeeeee………….

 

Seorang hamba Tuhan harus benar-benar siap menerima panggilan menjadi hamba Tuhan. Dalam Markus 8:34 Tuhan Yesus ketika memanggil orang-orang untuk menjadi murid-Nya, maka dengan jujur dan sangat terbuka Ia berkata, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." Kita perlu belajar dari rasul Paulus seperti yang dikisahkan dalam Kisah Para Rasul 20:22-35, "Tetapi sekarang sebagai tawanan Roh aku pergi ke Yerusalem dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi atas diriku di situ  selain dari pada yang dinyatakan Roh Kudus dari kota ke kota kepadaku, bahwa penjara dan sengsara menunggu aku.  Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah.  Dan sekarang aku tahu, bahwa kamu tidak akan melihat mukaku lagi, kamu sekalian yang telah kukunjungi untuk memberitakan Kerajaan Allah.  Sebab itu pada hari ini aku bersaksi kepadamu, bahwa aku bersih, tidak bersalah terhadap siapapun yang akan binasa.  Sebab aku tidak lalai memberitakan seluruh maksud Allah kepadamu.  Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya sendiri.  Aku tahu, bahwa sesudah aku pergi, serigala-serigala yang ganas akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu.  Bahkan dari antara kamu sendiri akan muncul beberapa orang, yang dengan ajaran palsu mereka berusaha menarik murid-murid dari jalan yang benar dan supaya mengikut mereka.  Sebab itu berjaga-jagalah dan ingatlah, bahwa aku tiga tahun lamanya, siang malam, dengan tiada berhenti-hentinya menasihati kamu masing-masing dengan mencucurkan air mata.  Dan sekarang aku menyerahkan kamu kepada Tuhan dan kepada firman kasih karunia-Nya, yang berkuasa membangun kamu dan menganugerahkan kepada kamu bagian yang ditentukan bagi semua orang yang telah dikuduskan-Nya.  Perak atau emas atau pakaian tidak pernah aku ingini dari siapapun juga.  Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku.  Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima."

 

Beberapa tahun yang lalu di Amerika, seorang pengajar teologia  mendapatkan kesempatan istimewa untuk mengajar di sebuah sekolah pelayanan. Para mahasiswanya sangat lapar akan Tuhan. Dosen ini selalu mencari cara untuk menantang para mahasiswanya agar sungguh-sungguh mengasihi Tuhan Yesus. Ia menemukan suatu pernyataan yang berasal dari seorang pendeta yang bernama Sam Pascoe. Pernyataan itu merupakan sejarah singkat tentang kekristenan. Pernyataan itu mengatakan, "Kekristenan bermula di Palestina sebagai persekutuan, berpindah ke Yunani sebagai sebuah filsafat, berpindah ke Italia dan menjadi sebuah lembaga gereja, berpindah ke Eropa menjadi sebuah kebudayaan Kristen, dan berpindah ke Amerika Serikat dan menjadi sebuah badan usaha."  Dosen teologia ini ingin mereka mengerti dan menghargai bagian kalimat terakhir itu, sehingga dia menjelaskan lagi bahwa yang dimaksud "badan usaha" itulah bisnis. Setelah beberapa saat seorang mahasiswi paling muda di kelas itu, yang bernama Martha, mengangkat tangannya. Dan dosen ini berkata,  "Ya, Martha silakan bertanya." Martha kemudian bertanya dengan sebuah pertanyaan yang sederhana, "Bisnis? Bukankah kekristenan seharusnya menjadi sebuah tubuh?"  Dosen ini tidak dapat membayangkan ke mana arah pertanyaan Martha. Kemudian dia melanjutkan: "Tetapi ketika sebuah tubuh menjadi bisnis, bukankah hal itu merupakan pelacuran?" Akhirnya seluruh mahasiswa di kelas tersebut sunyi senyap karena Tuhan hadir melalui pernyataan Martha itu. Pertanyaan Martha telah mengubah kehidupan dosen ini. Selama enam bulan, dosen tersebut memikirkan pernyataan Martha itu, paling tidak sekali setiap hari. "Ketika sebuah tubuh menjadi bisnis, bukankah itu pelacuran?"

 

Saudara-Saudari yang dikasihi Tuhan Yesus, bagaimana dengan Saudara dan saya saat ini ketika membaca kisah dosen teologia dan Martha di atas? Saya gentar. "Oh Tuhan Yesus, kasihanilah saya, apakah saya adalah seorang pendeta yang sungguh-sungguh mengasihi-Mu ataukah saya ternyata di depan mata-Mu hanyalah sebagai seorang pelacur kristiani yang melacurkan diri di lading pelayanan-Nya?" Dan bagaimana dengan Saudara yang sedang membaca artikel ini? Mari kita selidiki motivasi kita dalam mengikut Yesus, khususnya kita yang menyandang predikat pendeta atau penginjil. Selama ini ketika memegang jabatan pelayanan baik di gereja maupun di sekolah-sekolah teologia dan di lembaga-lembaga kristiani lainnya, apakah kita ini pendeta atau penginjil sejati yang selalu membawa-bawa nama Tuhan atau justru sebagai pelacur  rohani yang menjadikan jabatan pelayanan kita sebagai sumber income kita? Saudaraku, tahukah kita apa perbedaan antara kekasih dan pelacur? Memang keduanya memiliki banyak persamaan. Tetapi sejatinya ada perbedaan yang sangat mendasar dari keduanya. Seorang kekasih melakukan apa yang dia lakukan karena dia sangat mengasihi pasangannya. Tetapi seorang pelacur berpura-pura mengasihi selama pelanggannya mau membayarnya dengan sejumlah uang. Teman saya menceritakan bagaimana para pelacur  di Taiwan meludeskan uang dari banyak pengusaha yang datang ke Taiwan. Para pelacur ini dilatih sedemikian rupa bagaimana merayu dan melayani para langganannya sampai mereka habis-habisan dan pulang dengan tangan hampa. Ya, tidak sedikit pendeta atau penginjil yang mirip pelacur ini. Mereka menjadikan jabatan pelayanan supaya asap dapurnya dapat terus mengepul bahkan untuk menikmati hidup yang bergelimang harta duniawi. Hedonisme bin Serakahisme. Mereka menjadikan lembaga atau jemaat sebagai sapi perahan. Tidak sedikit pendeta yang memanfaatkan uang gereja atau jemaat untuk membangun bisnis keluarganya. Bahkan ada yang fantastis nilainya mencapai triliunan rupiah. Itu sebabnya ada pengusaha juga yang tiba-tiba jadi pendeta karena tergiur dengan income pendeta. Mereka berani membuka gereja di hotel-hotel berbintang dan mall-mall, mengangkat pendeta sebagai gembala gerejanya (bukan gereja-NYA) dan memberikan gaji seperti seorang karyawan. Namun ia sendiri mengambil uang-uang persembahan dan perpuluhan dari para cukong kaya yang melihat gereja sebagai dunia entertainment. Enak menjadikan gereja sebagai ladang bisnis karena nonpajak bukan? Makanya tidak heran sekarang ini banyak sekali jumlah pedneta di negeri ini. Ada yang namanya pendeta pembantu, pendeta muda, dan pendeta-pendeta lainnya heheheeeeeeee. Dulu siapa yang mau menjadi pendeta? Sekarang pendeta bak jamur tumbuh subur di musim penghujan. Karena persepsi tentang pendeta hari ini adalah borju. Pendeta itu boss. Pendeta itu suatu profesi yang menggiurkan nikmatnya. Jangan salah sangka loh? Sekarang  tidak sedikit pendeta meskipun melayani di pedalaman atau pedesaan yang tidak mau kalah dengan pendeta di kota. Mereka juga punya iPad, iPhone, iPod, tapi jemaat yang dilayaninya bilang, "Pak pendetaku sekarang pakai ipad, iPhone, dan iPot tapi iPay (saya yang bayar)." Itu sebabnya orang sekarang suka sekali jadi pendeta. Mereka lupa pesan Tuhan Yesus dalam Markus 8:34, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku."

 

Mari kita terus menyelidiki apa motif-motif  dalam dada ketika kita melayani Tuhan Yesus Kristus. Apakah kita sungguh-sungguh mengasihi Tuhan Yesus karena Dia telah habis-habisan berkorban di kayu salib untuk menyelamatkan kita dari sengsara dahsyat di neraka kekal kelak? Ataukah kita melayani Dia karena ada keuntungan nilai-nilai ekonomi atau nilai-nilai kepuasan batin tertentu seperti prestasi, prestise atau popularitas diri belaka di mata jemaat? Hendaklah kita bercermin diri pada firman Tuhan saat ini sehingga kita tidak kedapatan bercela di hadapan Bapa Surgawi, baik sekarang maupun nanti ketika kita meninggalkan dunia ini. Biarlah kita kedapatan sebagai pendeta, penginjil, dan kekasih-kekasih Allah yang sejati bukan sebagai pelacur-pelacur rohani yang menjadikan jabatan pelayanan sebagai kesempatan untuk memuaskan diri sendiri dan menghancurkan pelayanan gereja Tuhan. Kiranya Tuhan Yesus berbelaskasihan kepada kita semua yang rentan menjadi pelacur  rohani tinimbang  sebagai pelayan Tuhan yang sejati. Amin!

 

 

 

In Christ's Love
Rev. Hans

"Jangan takut! Teruslah memberitakan firman dan jangan diam! (Kisah Para Rasul 18:9b).
Baca Terusannya »»  

Berita Terkini

« »
« »
« »
Get this widget

Daftar Blog Saya

Komentar