Pendidikan budi pekerti sangat penting karena akan sangat mempengaruhi kehidupan seorang anak dimasa yang akan datang. Pendidikan budi pekerti harus dimulai dari usia dini karena anak masih mudah dibentuk. Supaya dapat memberikan hasil yang positif, maka pendidikan budi pekerti harus mengacu kepada Alkitab sebagai firman Allah. Anak harus dibawa untuk mengalami perjumpaan pribadi dengan Yesus Kristus. Dalam membentuk anak supaya menjadi pribadi yang memiliki watak, karakter yang baik, maka dibutuhkan kerjasama antara guru agama, guru sekolah Minggu dan orang tua. Ketiga komponen ini harus menjadi contoh yang baik, karena anak memiliki kecenderungan untuk menjadikan media belajar orang-orang yang dekat dengan mereka.
Keluarga adalah tempat awal pembentukan watak, karakter anak. Sebelum anak menerima dari lingkungan komunitas sekolah, atau teman sebaya, anak terlebih dahulu menerima dari lingkungan keluarga. Jadi, Semua bermula dari keluarga. Keluarga memiliki peran sangat penting dalam pembentukan watak, karakter seorang anak. Anak banyak belajar dari orang tua, apa yang orang tua lakukan akan ditiru oleh anak, baik sifat orang tua, tingkah laku orang tua, semua akan menjadi model bagi sang anak. Demikian juga dengan perlakuan orang tua terhadap anak akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan watak, karakter anak ketika mereka sudah menjadi dewasa kelak. Di sini orang tua dituntut untuk banyak belajar, karena semua bermula dari keluarga. Baik tidaknya anak kelak sangat tergantung pada bagaimana orang tua menangani anak dimasa kecilnya.
Pembentukan watak, karakter anak pada dasarnya sudah mulai sejak anak dalam kandungan. Peran orang tua sangat menentukan keberadaan watak, karakter anak ketika sudah lahir nanti. Demikian juga dengan Kondisi seorang ibu sangat bepengaruh pada keberadaan anak dalam kandungan. Hubungan bapak dan ibu juga ikut berpengaruh pada anak melalui kondisi ibunya. Perlakuan terhadap anak sejak dalam kandungan sangat berdampak pada anak ketika kelak sudah lahir dan dibesarkan. Perlakuan terhadap anak tidak hanya dari kandungan tetapi, perlakuan itu harus terus berkesinambungan ketika anak sudah lahir. Orangtua seharusnya memiliki pengetahuan yang memadai supaya anak yang akan diasuh dan dibesarkan nantinya memiliki watak dan karakter yang baik. Orang tua sangat berperan dalam mencukupi apa yang menjadi kebutuhan anak, baik itu jasmani, sentuhan, perlakuan terhadap anak, cara menangani jika anak mengalami persoalan, menananamkan rasa percaya kepada anak, ini semua sangat menentukan kepribadian anak kelak ketika sudah dewasa. Jadi keterlibatan orang tua sejak anak dalam kandungan sampai anak lahir dan memasuki masa-masa pertumbuhan, itulah masa-masa orang tua harus mengorbankan waktu demi masa depan anak khususnya dalam hal pembentukan watak dan karakter. Perilaku-perilaku yang menyimpang ketika anak dewasa kelak, biasanya diakibatkan oleh kesalahan atau kurangnya keterlibatan orang tua dalam pengasuhan di masa anak-anak.
Memasuki tahun-tahun pembentukan (usia 3-5 tahun), orang tua lebih dituntut lagi keterlibatannya dalam mengarahkan anaknya. Masa-masa pembentukan adalah masa-masa di mana anak sangat mudah untuk meniru dan menerima apa yang dilihat dan didengar dari lingkungannya. Masa-masa ini anak sangat membutuhkan arahan dari orang tuanya. Pada masa ini pula anak mulai mengalami pertumbuhan dan mulai belajar untuk mandiri yang kadang sikap ingin mandiri sering kali membuat anak menjadi lebih aktif. Keadaan aktif inilah yang kadang membuat orangtua kewalahan untuk mengarakan sang anak. Dalam kondisi seperti ini orangtua diperhadapkan pada pilihan, apakah bersikap tegas atau mengikuti keinginan anak. Kedua pilihan ini tentu akan membawa konsekuensi pada masa depan sang anak. Jika kedua pilihan ini dijalankan dengan benar tentu akan membawa dampak yang baik pada masa depan anak. Namun sebaliknya jika kedua pilihan ini dijalankan dengan tidak benar maka dampaknya akan buruk bagi masa depan sang anak. Jadi keterlibatan orang tua pada masa-masa pembentukan sangat penting dan berarti, alasannya karena pembentukan dimasa ini akan membawa dampak pada kehidupan sang anak di masa remaja atau dewasanya.
Memasuki usia prasekolah dunia anak semakin luas, pada usia ini jika penanganan pada anak kurang baik, maka dampaknya juga akan terlihat dikemudian hari. Pada usia ini pula anak membutuhkan pengarahan dari orang tua dan guru, karena keinginan yang muncul dari dalam diri anak semakin banyak dan beragam. Munculnya keingintahuan dari diri anak akan membuat orang tua, guru, pengasuh, akan kerepotan. Kembali lagi orangtua dituntut kesabarannya dalam mengarahkan sang anak, sehingga keinginannya dapat terpenuhi. Pada usia ini pula momen paling baik untuk membentuk identitas anak. Orangtua harus merelahkan waktunya untuk mengajari dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari dalam diri anak akibat keingintahuannya yang besar itu. Penghargaan dan pengakuan yang diberikan orang tua kepada anak sangat bermanfaat bagi pembangunan kepercayaan diri sang anak. Anak membutuhkan penghargaan dari orangtua, bahwa dirinya berharga walaupun pernah melakukan kesalahan. Demikian juga dengan pembentukan identitas seksual, sangat dibutuhkan anak pada usia prasekolah. Kesungguhan orangtua dalam menjelaskan masalah perbedaan seksual, sangat menolong anak untuk tidak mengalami penyimpangan seksual di kemudian hari. Perlakuan orangtua yang salah pada usia prasekolah akan berdampak negatif pada diri anak di kemudian hari.
Tugas orang tua yang tidak kalah penting adalah memenuhi kebutuhan rohani anak. Anak tidak hanya dituntut untuk sukses secara inteletual, tetapi bagaimana menjadikan anak yang memiliki intelektual dan kerohanian yang baik. Kemampuan intelektual tidak dapat menjadi jaminan bagi pertumbuhan kepribadian anak. Anak juga memerlukan kebutuhan rohani. Kebutuhan ini akan terpenuhi jika anak diajarkan untuk memiliki relasi yang hidup dengan Allah. Pengenalan akan akan Allah berdampak positif pada pertumbuhan dan perkembangan watak dan moral anak. Anak harus diajarkan taku akan Tuhan, dampaknya akan sangat luar biasa bagi kehidupan sang anak. Kembali lagi orang tua yang harus berperan aktif, keluargalah yang menjadi pemeran penting dalam pertumbuhan rohani anak. Pertumbuhan rohani dalam keluarga (orangtua) akan menjadi acuan bagi anak. Pertumbuhan rohani anak, adalah cerminan dari pertumbuhan rohani orang tua. Hubungan yang harmonis dalam keluarga sangat menolong anak untuk bertumbuh dalam kerohaniannya. Sebagai imam, ayah harus menjalankan perannya dengan baik yaitu membawa anak datang mengenal Allah. Keharmonisan hubungan dalam keluarga menjadi cerminan hubungan keluarga dengan Tuhan.
Selain orangtua guru sangat penting peranannya dalam pembentukan anak. Seorang guru tidak hanya bertugas membentuk anak memiliki kemampuan kognitif, tetapi guru dituntut lebih dari itu. Guru dituntut untuk membantu anak dalam memahami konsep dirinya dengan benar. Tentu dalam hal ini kesabaran seorang guru dalam menghadapi berbagai karakter dan latar belakang anak merupakan poin penting. Seorang guru harus menanamkan konsep positif dalam diri anak, sehingga anak tetap merasa dikasihi, diperhatikan dan merasa berharga dan berarti. Sebaliknya guru yang tidak peduli atau cenderung mananamkan konsep negatif akan berakibat fatal bagi diri anak, anak akan merasa tertolak, tersisihkan, tak berguna, tidak berarti dan tidak pernah merasa puas. Anak yang sudah terlanjur memiliki konsep diri yang negatif akan memiliki kecenderungan menarik diri, menghindar ketika menghadapi hambatan atau konflik, sehingga anak tidak akan pernah bersikap dewasa. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya konsep diri anak, mulai dari keluarga, media massa cetak maupun elektronik, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, iblis dan kuasa kegelapan. Bukanlah pekerjaan yang mudah, oleh sebab itu dibutuhkan kerjasama antara orangtua dan guru. Orangtua dan guru harus menanamkan kebenaran firman Tuhan kepada anak bahwa pada dasarnya anak berharga dihadapan Tuhan. Guru dituntut untuk memberikan contoh hidup yang benar.
Orangtua tidak hanya memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anaknya. Orangtua juga harus tegas dalam mendisiplinkan anak supaya anak mengalami pembentukan dan pengembangan watak secara sehat. Dalam mendisiplinkan anak orangtua harus memahami batas-batas pendisiplinan. Pendisiplinan yang benar adalah pendisiplinan yang tegas dan disertai dengan kasih, pendisiplinan yang tidak tegas akan menyebabkan anak menjadi manja sedangkan pendisiplinan yang keras tanpa kasih akan membawa dampak pada diri anak yaitu timbulnya akar pahit pada diri anak. Pendisiplinan yang kurang pada anak akan berdampak kemudian hari, di mana anak menjadi pemberontak, sulit dikendalikan, melakukan segala cara untuk menyenangkan dirinya. Dalam mendisiplinkan anak orang tua tidak perlu ragu-ragu, karena pendisiplinan merupakan perintah Tuhan. Banyak narasi dalam Alkitab yang menceritakan bagaimana Allah mendisiplinkan umat-Nya. Supaya anak hidup berdisiplin, maka kembali lagi orangtua yang dituntut untuk berperan aktif dalam mendisiplinkan anak, orangtua haru memahami apa yang menjadi kebutuhan anak, dan melibatkan anak dalam berbagai kegiatan. Dalam mendisiplinkan anak orangtua harus banyak belajar supaya dapat memahami kebutuhan anak. Orangtua tidak dapat memperlakukan semua anak dengan pola didikan yang sama karena anak pertama dan anak selanjutnya memiliki sifat dan karakter yang berbeda. Orangtua harus mendisiplinkan anak sesuai dengan kapasitas si anak. Anak yang dibiasakan disiplin kelak akan mudah mengatur dirinya, sebaliknya anak yang hidup tanpa disiplin dalam berbagai hal kelak akan mengalami kesulitan dalam mengatur dirinya.
Pertumbuhan anak yang semakin berkembang tentu membuat orangtua akan semakin banyak belajar untuk mengikuti perkembangan anak. Dengan memahami sifat-sifat anak akan sangat menolong orangtua maupun pengasuh untuk menangani perkembangan anak yang terus bertumbuh dan berkompetensi. Anak yang hiperatif dan autis tentu penanganannya akan sangat berbeda dengan anak yang normal. Perlakuan, penerimaan, dan penilaian orangtua, pengasuh, dan guru akan sangat menentukan masa depan anak-anak yang mengalami hal demikian. Orangtua, guru, dan pengasuh sangat berpengaruh dalam membentuk watak dan moral, dan keimanan anak.
Memasuki masa remaja anak akan memiliki pandangan yang semakin luas. Orangtua dituntut untuk bijaksana dalam memperlakukan anak yang sudah masuk masa remaja. Orangtua tidak dapat lagi memperlakukan seperti pada masa anak-anak. Orangtua harus berupaya untuk memahami dan mengerti dunia anak remaja, orangtua harus memiliki pengetahuan yang memadai mengenai dunia mereka sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman antara anak dan orangtua, dengan demikian konflik antara anak dan orangtua dapat terhindarkan. Masa remaja adalah masa transisi, oleh karena itu orangtua, gereja, sekolah, berperan penting dalam memberi bimbingan, arahan, supaya mereka tidak salah melangkah dalam pergaulan.
Sumber: Disarikan dari Buku Membesarkan Anak Secara Kreatif Karya BS. Sidjabat