Tulisan Jalan

Hidupku untuk mengharumkan nama-MU Jangan bersukcita ketika engkau berhasil dalam pelayanan, tetapi bersukcitalah karena namamu tercatat di Surga

Kau istimewa. Di seluruh dunia, tidak ada orang yang sepertimu. Sejak bumi diciptakan tidak ada orang lain yang sepertimu. Tidak ada orang lain yang memiliki senyummu, tidak ada yang memiliki matamu, hidungmu, rambutmu, tanganmu, suaramu. Kau istimewa. Tidak ada orang lain yang memiliki tulisan yang sama denganmu. Tidak ada orang lain yang memiliki selera akan makanan, pakaian, musik, atau seni sepertimu. Tidak ada orang lain yang memiliki cara pandang sepertimu. Sepanjang masa tidak ada orang lain yang tertawa sepertimu, tidak ada yang menangis sepertimu. Kaulah satu di antara seluruh ciptaan yang memiliki kemampuan seperti yang kau miliki. sampai selamanya, tidak akan ada orang yang akan pernah melihat, berbicara, berjalan, berpikir, atau bertindak seperti dirimu. Kau istimewa...kau langka. Tuhan telah menjadikanmu istimewa dengan satu tujuan yaitu MEMULIAKAN DIA

Cari Blog Ini

Senin, 04 Maret 2013

Hamba Puang

***Firman-Mu adalah Pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku***


HAMBA UANG ATAU HAMBA PUANG?

Ke mana saja, ku telah sedia, pimpinan-Mu tak akan pernah salah
Tolongku taat memikul salib-Mu, Tuhan pimpinan-Mu sempurna
Reff:
Dalam kota besar atau dalam rimba, jiwa sama berharga di mata-Mu
Ke mana saja, ku telah sedia, ku mau cinta yang dicinta-Mu

Sebuah lagu manis karya Pdt. Dr. Stephen Tong. Syair dan iramanya sangat menyentuh dan membakar hati untuk persembahkan hidup melayani-Nya. Sebagai orang berdosa - - yang selayaknya binasa dalam nyala api neraka abadi, namun mendapat anugerah keselamatan hidup kekal di surga melalui pengorbanan Tuhan Yesus di kayu salib, bahkan diangkat menjadi hamba-Nya bekerja sebagai partner-Nya menjalankan misi mulia-Nya - - lagu ini menjadi penting untuk direnungkan dan dijalankan sungguh-sungguh. Lagu ini mustinya menjadi komitmen perjuangan hidup pelayanan setiap hamba Tuhan. Ke mana saja, ke kota besar, kota sedang, kota kecil bahkan pedalaman terpencil, ke gereja elite maupun pailit, bila Tuhan mengutusnya, maka seorang hamba Tuhan harus taat, pergi, dan setia saja. Jangan banyak tanya. Jangan juga banyak berkalkulasi nanti Saya dapat gaji berapa, tunjangan dan fasilitas apa.  Atau mulai bergerilya mencari info lalu membanding-bandingkan mana gereja yang memberikan gaji dan fasilitas yang wah. Jangan. Abraham ketika dipanggil ke luar dari Ur Kasdim menuju tanah Kanaan juga kagak banyak cingcong sama Tuhan. Dia kagak belagu nanya: "Tuhan, Saya nanti pake kendaraan apa ya ke tanah Kanaan? Nanti kalau haus dan lapar, Saya dan keluargaku mampir di mana ya? Kalau udeh  nyampe di tanah Kanaan apa rumah dan kebun udeh siap blom? Anak-anakku nanti sekolahnya di mane Tuhan. Ada diskon berapa persen bayaran uang sekolahnya, kan Saya pendeta?" Kalo udeh nyampe di Kanaan berapa hektar tanah bakalan jadi milik gue. Gue kan dah berkorban ninggalin segalanya? Kagak nanya gitu-gituan si babe Abraham. Ia taat saja pada panggilan Tuhan. Ia tahu pimpinan Tuhan - yang memanggil dan menyuruhnya pergi – tak akan pernah salah alias sempurna. Titik.

Lagu di atas sangat terkenal di kalangan gereja-gereja berlatar belakang injili. Khususnya gereja-gereja mandarin. Saya percaya setiap jemaat di gereja-gereja ini pasti pernah menyanyikannya. Paling tidak pernah mendengarnya. Namun, permisi tanya, pernahkah kita berpikir sejenak saja, ada berapa banyak jemaat dan hamba Tuhan yang sering menyanyikan lagu ini dengan begitu syahdunya, lalu melakoni isinya? Bila kita memiliki talenta berkhotbah dalam kebaktian-kebaktian kebangunan rohani, adakah kita sangat terbeban, mau, dan rela berkhotbah ke desa-desa dan pedalaman terpencil seperti lagu tadi "Ke mana saja ku telah sedia…"? Ataukah kita hanya mau berkhotbah di kota-kota atau hanya di kota-kota besar? Ataukah kita hanya tertarik berkhotbah di gereja-gereja besar?  Gereja kecil, gereja desa, apalagi pedalaman terpencil seperti di Papua, Kalimantan, Sumatera, maukah? Kalau di gereja kecil yang hanya sepuluh jiwa, maukah kita berkhotbah dan ber-KKR ria?  Hayu neng, pilih mana, diutus Tuhan ke Kalimantan atau California? Ke pulau Rote atau ke Rotterdam? Hayu mang, mo makan papeda (sagu) dan singkong atau hamburger-ger-ger??? Tentu ke Rotterdam, California bukanlah tempat yang haram untuk diinjak oleh seorang hamba Tuhan. Tempat-tempat ini bukanlah surga. Di situ juga banyak jiwa yang harus dilayani.  Masalahnya apakah benar Saya diutus-Nya ke sono? Atau Saya mengutus diri sendiri ke situ, bukan Tuhan, karena ada pertimbangan-pertimbangan ekonomis, psikologis, romantis, hedonis, dan nis-nis lainnya? Yang jelas bukan alasan teologis. Ini yang harus diwaspadai dan dihati-hatii.

Sekali peristiwa di sebuah gereja besar yang jemaatnya rata-rata kaum berduit terjadi permutasian pelayanan. Pendeta  lama dipindahkan ke jemaat lain.  Permutasian merupakan sistim yang berlaku dalam tata gerejawi sinode gereja tersebut. Mau tidak mau, suka tidak suka, bila rapat elite sinode telah memutuskan seorang pendeta harus pindah ke gereja lain, maka seharusnya tidak ada seorang pendeta pun yang dapat menolak. Harap maklum saja. Namun berbeda dengan kisah di gereja besar yang Saya sebutkan tadi. Pendeta yang sudah cukup lama melayani di gereja tersebut - yang sudah menikmati manisnya persekutuan bersama jemaat dan yang juga telah menikmati manisnya berkat-berkat Tuhan - dengan sangat berat hati meninggalkan jemaat untuk melayani di gereja rintisan baru yang jemaatnya rata-rata sederhana hidupnya alias tidak berduit hanya berduet. Ya berduet, rata-rata jemaat di situ hanya makan nasi dan garam. Seolah-olah langit mau runtuh bila ia tidak lagi menjadi gembala di gereja lamanya. Maka dengan strategi jitu, otaknya mulai berputar. Ia mulai mendekati orang-orang  "kuat" yang  memiliki pengaruh di dalam jemaat, dengan cara menyebarkan isu bahwa pengganti dirinya itu adalah hamba Tuhan yang banyak kekurangan. Tidak mampu menggembalakan. Hanya Sayalah yang mampu. Beberapa dari orang-orang "kuat" itu terprovokasi juga dan akhirnya mereka berjihad menghadap pimpinan sinode supaya membatalkan surat keputusan mutasi tersebut. 

Saya bertanya, andaikata  ia dipindahkan ke gereja yang lebih besar dan  jemaatnya rata-rata konglomerat, maukah atau akankah ia memengaruhi jemaatnya untuk membatalkan perintah mutasi itu? Barangkali ia akan berkata pada jemaatnya: "Saya berat hati loh meninggalkan kalian, tapi apa boleh buat ini kan kehendak Tuhan. Mau apalagi?" Dan maukah ia menjelek-jelekkan rekan sepelayanannya yang akan menggantikan dirinya? Mungkin saja ia akan berkata pada teman yang menggantikannya: "Puji Tuhan, kamu pas sekali menggantikan  Saya. Kamu sangat diperlukan di sini. Talentamu sangat pas melayani di sini. Maju bro!" Saya pernah mendengar kalimat indah ini. Tuhan tidak memilih orang yang mampu, tetapi Dia akan memampukan orang yang dipilih-Nya untuk melayani Tuhan dan sesama manusia. Tatkala Tuhan menahbiskan seseorang menjadi pelayan-Nya, maka Ia pulalah yang akan menopangnya untuk menggembalakan jemaat-Nya. Benar sekali, Tuhan tidak memilih orang yang mampu, tetapi memampukan orang yang dipilih-Nya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dipercayakan Tuhan kepadanya. Ini prinsip penting! Jadi, orang yang menganggap dirinya hebat daripada yang lain, sejatinya ia telah meremehkan Tuhan. Dengan kata lain ia sedang mengandalkan dirinya sendiri dalam pelayanannya. Kalau begitu apa kata firman Tuhan terhadap orang yang demikian? Baca Yeremia 17:5-6. Apa isinya? Ya bacalah bro!

Lalu bagaimana dengan lagu Ke mana saja? Kalau Pdt. Stephen Tong mendengar kisah ini tentu hatinya akan menangis dan barangkali saja, barangkali loh, sebagai tanda protesnya kepada hamba Tuhan itu, maka ia akan mengubah lagunya begini:

Ke mana saja, ku telah sedia, asal saja jangan di ladang kering
Tolong ku taat, di sini saja Tuhan, biar kunikmati berkat-Mu
Reff:
Dalam greja besar atau greja kecil, jiwa sama berharga di mata-Mu
Namun kuyakin, kutelah diutus, selamanya di greja ini

Saya juga diceritakan seorang pendeta yang bernama Anton (bukan nama sebenarnya). Begini. Suatu kali gerejanya memerlukan seorang pelayan Tuhan. Lalu ia menghubungi kawan sealmamaternya bernama Ev. Ferry (juga bukan nama sebenarnya). Kemudian mereka bertemu dengan para majelis gereja dan membicarakan banyak hal tentang rencana bergabungnya Ev. Ferry. Akhirnya diputuskan bahwa majelis akan segera membuat surat resmi untuk mengundangnya. Mereka berpesan  agar surat itu setelah diterima dipelajari dulu selama satu minggu oleh Ev. Ferry. Setelah itu silakan memberikan jawaban kepada majelis gereja, jadi bergabung atau tidak. Setelah pertemuan usai malam itu dan para majelis pulang ke rumah masing-masing, maka Ev. Ferry bertanya kepada pendeta Anton. Ia bertanya secara detail  mengenai gaji, tunjangan, dan fasilitas apa saja yang bakal diterimanya, pokoknya segala tetek bengek ditanyanya. Maklum karena merasa sangat dibutuhkan - bukan membutuhkan - gereja. Dan semua pertanyaannya dijawab pendeta Anton. Lalu majelis gereja mengirimkan surat undangan resmi kepada Ev. Ferry. Tetapi waktu sudah lewat kurang lebih satu bulan tak kunjung datang jawaban dari Ev. Ferry. Saking penasaran, pendeta Anton menelepon Ev. Ferry, intinya menanyakan bagaimana keputusannya. Betapa kagetnya ia mendengar jawaban Ev. Ferry yang mengatakan bahwa dirinya sudah bergabung dengan salah satu gereja di kota itu. Ternyata selidik punya selidik Ev. Ferry menerima tawaran di gereja  lain karena gaji, tunjangan, dan fasilitas yang diberikan jauh lebih besar daripada yang dijanjikan gereja pendeta Anton.  Ternyata semua pertanyaan Ev. Ferry yang lalu itu kepada pendeta Anton adalah taktik untuk membanding-bandingkan informasi ekonomis, hedonis yang juga sedang ia cari dari gereja lain. Ternyata di gereja lain lebih prospektif dan menggiurkan. Di gereja pendeta Anton gaji hanya sekian juta perbulan, sedangkan di gereja lain  jauh lebih gede gajinya. Jangan tanya tunjangan dan fasilitasnya, jauh lebih empuk dan nikmat. Karena itu kagak perlu dijawab surat resmi yang dikirimkan majelis gereja pendeta Anton tersebut. Biarin deh! Tata krama dan etika sekaligus dilanggar bukan persoalan. Emangnya gue pikirin? Begitulah prinsip Ev. Ferry.

Sayang sekali, sikap yang amat tidak elok. Menyedihkan gereja menjadi sumber income, bukan wadah untuk mengabdi pada-Nya sebagai rasa ungkapan syukur kepada-Nya yang sudah menyelamatkan nyawa kita dari kebinasaan kekal. Rasul Paulus berkata: "Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil" (1Korintus 9:18). Kalau kita bisa melayani-Nya itu sungguh hanyalah anugerah. Siapakah kita ini sehingga dilayakkan menjadi pelayan-Nya. Mengapa kita menuntut gaji, tunjangan, dan fasilitas pelayanan? Kita sungguh tidak tahu diri bahkan berlagak sebagai orang terhormat di hadapan Bapa. Seolah kita yang diperlukan-Nya. Kita lupa kalau Tuhan bisa menjadikan batu-batu untuk memuliakan Dia (Lukas 19:40). Tanpa kita Dia tetap Allah. Tanpa kita Kerajaan-Nya tetap dimashyurkan di seantero bumi ini. Tanpa Dia kita bangkrut total. Tanpa Saya dan Saudara, Tuhan bisa memakai binatang keledai untuk menjalankan kehendak Tuhan (Bilangan 22:21-34). Mengapa kita begitu sombong, kalau tak mau disebut kurang ajar di hadapan Tuhan, seolah-olah kita begitu penting sehingga Tuhan harus mengupah kita melayani-Nya?

Saya banyak menemukan orang-orang seperti ini. Saya pernah menjadi salah satu pimpinan dan pengajar di sebuah sekolah teologi yang spesial memersiapkan naradidiknya menjadi hamba Tuhan yang melayani di pedesaan. Tidak sedikit alumninya yang ketika ditawarkan pelayanan bukannya bersyukur dan bersukacita, malahan yang mereka tanyakan paling pertama adalah berapa gaji saya? Apakah ada listriknya di desa itu? Apakah disediakan motor untuk pelayanan? Saya kan udah bergelar S1? Kalau ditanya memangnya kamu mau melayani di tempat yang bagaimana, mereka jawab, "Kita kan perlu cari ladang pelayanan yang lebih baik!" Mantap-tap jawabannya! Wow… dia lupa selama kurang lebih lima tahun Tuhan Yesus membiayai cuma-cuma bin gratis kuliahnya, dijagai kesehatannya, diberikan uang saku untuknya, lalu setelah tamat, Tuhan mau utus ke ladang-Nya, tiba-tiba dia minta Tuhan harus bayar  pada dia dengan gaji yang besar, fasilitas yang lengkap. Apa ini, maaf, tidak kurang ajar namanya kepada Tuhan? Ini juga pelajaran amat berharga bagi pengurus yayasan sekolah teologia dan juga para pengajarnya. Harus introspeksi diri dengan serius. Jangan main-main mengelola sebuah sekolah teologia. Jangan berpikir yang penting belajar mengajarnya jalan. Gaji, tunjangan, dan fasilitas Saya sebagai pengajar it's ok. Oh tidak, sekali lagi, jangan main-main dengan uangnya Tuhan. Sekali waktu Dia meminta pertanggungjawaban kita. Pemantauan dan evaluasi serius yang berkesinambungan terhadap kegiatan belajar mengajar harus konsisten dilakukan agar sekolah-sekolah teologia menetaskan para hamba Tuhan yang rela pikul salib, pikul kuk, mampu menyangkal diri, dan menjadi agen transformasi bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Bukan menjadi bosnya Tuhan. Sekarang ini tidak sedikit hamba Tuhan bergaya bos. Tuhan jadi hambanya. Main perintah Tuhan. Tuhan jadi pesuruh untuk menyiapkan ini dan itu. Doa mereka menjadi tongkat komando supaya Tuhan menuruti kemauan mereka.

Lalu kalau benar kita anak-Nya dan hamba-Nya sejati, kenapa pertimbangan pelayanan kita harus melulu uang dan fasilitas? Di mana iman kita? Ya di mana iman kita? Apakah kita sudah sedemikian ateis yang buta sama sekali dengan janji Tuhan Yesus? "Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya" (Matius 6:8). Apakah kita begitu tidak memercayai janji Tuhan Yesus ini,  "Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal,  Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?  Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." (Matius 6:25, 28, 31, 34)? Bukankah kita sedang menghina Tuhan ketika janji-Nya tak satupun kita percayai? Apa bedanya kita dengan si ateis? Memang kita bukan ateis teori, tapi kita acapkali ateis praktis. Kita harus bertobat!

Kalau begini faktanya, sejatinya hamba siapakah kita ini? Hamba UANG atau hamba PUANG? Oh ya, maaf saya lupa menjelaskan judul tulisan ini. Kata "PUANG" berasal dari bahasa Saudara kita dari suku Toraja yang berarti TUHAN. Mereka memanggil TUHAN YESUS adalah PUANG YESU'. TUHAN ALLAH dipanggil  PUANG MATUA. Ya, kita ini hamba UANG atau hamba PUANG? Kalau benar kita hamba PUANG tentu senanglah hati kita ketika menerima keputusan mutasi dari pimpinan yang adalah wakilnya PUANG untuk pindah ke mana saja? Dan apa faedahnya menjelek-jelekkan rekan sepelayanan yang ditugaskan menggantikan kita? Kalau benar jiwa sama berharga di mata PUANG, kenapa kita lebih cinta orang  yang banyak uangnya daripada "si janda miskin"? Kalau memang benar pimpinan PUANG itu sempurna dan tak pernah salah, kenapa kita tetap keukeuh bertahan mati-matian tidak mau beranjak dari gereja lama? Mengapa tidak mau pergi  ke ladang PUANG yang lain? Kalau kita hamba PUANG, mengapa harus membanding-bandingkan soal gaji, tunjangan, fasilitas yang akan diberikan oleh gereja X dan gereja Y? Masya Allah!!!  Astagfirullah!!!

Ada juga kisah lain. Seorang pendeta yang sudah memasuki masa emeritus bahkan sudah diupacarakan tapi masih saja mau menjadi gembala jemaat dengan berbagai macam alasan yang dibuat-buat supaya kelihatan logis dan nampak rohani nian. Hamba Tuhan tersebut lupa bin tak sadar bahwa dirinya telah menjadi sumbatan permanen terhadap karir para hamba Tuhan yang masih muda dan energik. Mereka yang sedang berkobar-kobar dan memiliki visi jauh ke depan untuk mengembangkan pelayanan gereja jadi tidak bisa maju-maju karena ia tak mau turun takhta. Ia bergeming. Tak mau mengakui emeritusnya. Karena apa? Benarkah karena PUANG atau karena UANG? Apakah keputusan majelis gereja memberikan hak emeritus kepadanya bukan kehendak PUANG? Jadi kehendak siapakah? Semoga benar memang karena PUANG bukan karena UANG! Hanya dia dan PUANG yang paling tahu bukan? Tapi paling tidak ini jelas merupakan suatu pelanggaran konstitusi gereja. Di mana-mana orang yang sudah emeritus ya emerituslah. Kasihlah kesempatan kepada yang muda untuk berkarya!!!

Kita perlu belajar dari nabi besar Musa yang sudah tahu waktunya emeritus dan memberikannya kepada Yosua yang masih muda untuk melanjutkan misi menuju tanah perjanjian. Musa tidak pernah beralasan bahwa Yosua masih muda, tak punya pengalaman, tak punya gelar, dan lain lain. Tetapi ia serahkan tongkat estafet kepada Yosua dengan hati yang tulus tanpa tedeng aling-aling. Musa taat pada PUANG MATUA saja. Pengkhotbah 5:9 berkata, "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia." Sekali para hamba PUANG mulai mencintai uang bin kekayaan, maka pelayanan yang dikerjakannya tidak akan pernah memberikan kepuasan sejati. Pelayanan akan berubah menjadi alat, dan uang adalah tujuan akhirnya. Terbalikkan? Seharusnya uang bukan tujuan, melainkan hanyalah alat dalam pelayanan sedangkan pelayanan terbaik adalah tujuan akhir dari seorang hamba PUANG yang didedikasikan kepada PUANG MATUA-nya. Itu sebabnya acapkali seorang hamba UANG nampak begitu giat dan rajin melayani karena banyaknya uang yang diterimanya atau yang akan diterimanya dengan bonus-bonusnya. Sebaliknya ia nampak lemas, loyo, lunglai, letih, lelah, lesu, dan lembek karena tidak ada uang yang dihasilkan dalam pelayanan itu. Maka dari itu langka nian dijumpai orang-orang yang mau melayani di tempat-tempat pailit yang uangnya sulit. Karena di sana bukan saja tidak ada uangnya malah justru harus mengeluarkan uang. Kalau di wilayah elite yang uangnya tak pernah berkelit dan pelit, wow… siapa tak mau melayani di situ? Di sinilah letaknya bahaya di dalam melayani Tuhan. Jadi melayani Tuhan itu berbahaya Saudaraku.

Saya mengenal baik seorang pendeta senior. Tatkala memasuki masa pensiun dari sebuah gereja, ia mendapat visi dari PUANG untuk membuka gereja baru. Setelah gereja baru mulai berkembang, malah ia mengundurkan diri dan mengangkat hamba PUANG muda. Menariknya, ia memutuskan untuk tidak menerima gaji lagi. Gajinya ia minta kepada majelis gereja untuk ditambahkan kepada gaji pendeta baru itu. Jadi, ia mendapatkan gaji dua kali lipat dibandingkan  gaji pendeta senior sewaktu masih menjadi gembala. Sementara dirinya pensiun tanpa gaji apapun. Ada pula seorang hamba Tuhan senior yang sudah emeritus. Di masa lalu ia sangat berhasil memimpin sebuah Sekolah teologia. Dia adalah seorang yang sangat rendah hati, sebenarnya ia masih mampu memimpin sekolah teologia itu, namun ia memberikan kesempatan kepada yang muda berkarya. Ia tidak gila kuasa dan jabatan. Visi yang ia tangkap dari PUANG-nya jelas sehingga orang muda yang diberikan kesempatan pun benar-benar menunjukkan keberhasilannya memimpin sekolah teologia tersebut. Itulah hasil dari sebuah dada yang lebar. Bukan itu saja, ketika hamba PUANG ini jatuh sakit, maka banyak uang mengalir untuk membantu biaya pengobatannya. Tapi lagi-lagi kita melihat kebesaran jiwanya. Ia mengembalikan uang itu, bukan karena ia kaya, tetapi ia mempersembahkan untuk pekerjaan Tuhan yang lebih luas. Juga ada kisah lain lagi. Sekali waktu Saya dan istri serta anak-anak diundang berliburan di rumah orang tua rohani kami di Kudus Jawa Tengah. Beberapa hari kami di sana. Sekali waktu sesudah sarapan pagi, ayah rohani kami bercerita tentang pengalaman pelayanannya kepada seorang nonkristen. Singkat cerita, orang tersebut mengalami sukacita besar melalui pelayanan beliau sehingga orang itu menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Bukan hanya itu. Ternyata orang yang dilayani  itu mempersembahkan sebuah rumah kepada ayah rohani kami sebagai ungkapan terima kasih dan rasa syukurnya. Apakah ayah rohani kami senang dengan pemberian ini? Tentu senang. Menghargainya pula.  Pemberian itu diterimanya. Tetapi menarik sekali bagi Saya, ternyata rumah pemberian itu justru diserahkannya kepada gereja. Beliau tidak menerimanya karena gereja lebih membutuhkannya.  Bagaimana kalau itu terjadi dalam pelayanan kita? Saya sulit menjawabnya. Apalagi kalau hamba Tuhan yang belum memiliki rumah sama sekali?

 Oh ketiga orang ini jelas bukan hamba UANG. Mereka hamba PUANG.  Jelas. Bagi saya sangat luar biasa mereka ini! Ini teladan yang sangat indah bagi kita yang menyebut diri sebagai hamba PUANG di mana dan kapan saja kita melayani, ke kota besar atau kota sedang atau kota kecil bahkan ke pedalaman terpencil! Berbeda dengan kisah seorang hamba Tuhan dan anaknya  yang sedang heboh sekarang ini di salah satu gereja di Surabaya. Uang gereja triliunan rupiah dipakai untuk kenikmatan diri dan keluarganya sendiri. Puluhan mobil mewah, rumah mewah, dan barang-barang antik, lahan-lahan besar, dan harta dunia lainnya telah dikumpulkannya selama puluhan tahun dan telah menjadi bagian dari pelayanannya.  Memilukan sekaligus amat memalukan perilaku seorang yang menyebut dirinya hamba PUANG tetapi sejatinya hamba UANG!

Mari kita semua yang menyebut diri sebagai hamba PUANG, janganlah lupa pada pesan firman Tuhan ini, "Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.  Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan" (1Timotius 6:10-11)?  Kita WAJIB bertanya, kita ini hamba siapakah? Hamba PUANG atau hamba UANG?  Bapa Surgawi mendengar jawaban kita yang jujur di hadapan-Nya. Kiranya Tuhan berbelaskasihan kepada kita sehingga Dia memampukan kita yang lemah ini menjadi hamba Puang sejati bukan hamba Uang.  Amin! (Rev. Hans).



Tidak ada komentar:

Berita Terkini

« »
« »
« »
Get this widget

Daftar Blog Saya

Komentar