Oleh: Rev. Hans Andrias
"Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus,
bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya,
supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya" (2Korintus 8:9).
Pada suatu waktu saya mendapat kesempatan dari Tuhan Yesus melayani di
Propinsi Bengkulu. Kesempatan yang begitu indah. Berkesan manis. Saya
menginap di rumah seorang ketua majelis jemaat sebuah gereja di sana.
Orangnya ramah dan murah senyum. Ia memiliki sebuah toko berlantai
lebih dari dua. Mungkin empat lantai semuanya. Saat sarapan pagi
bersama keluarga ini, si ketua majelis menjelaskan panjang lebar
tentang sarang burung walet - karena rumahnya yang paling atas
dijadikannya sebagai tempat burung-burung walet bersarang - sambil
memperlihatkan sarang walet kepada saya. Nampaknya ini bisnis
sampingannya yang mendatangkan berkat tidak sedikit. Sarang burung
walet terkenal disukai orang-orang berduit sebagai makanan kesehatan.
Khususnya di negeri China sana. Sudah tentu harganya per kilogram
jangan ditanya. Bunyinya berjut-jut sampai orang terkejut-jut….
Tak lama setelah mendengar cerita sarang walet itu, terlintas dalam
benak saya, seolah-olah Tuhan Sang Pencipta bertanya di relung hati
saya terdalam: "Hans bisakah engkau menjadi seorang Kristen seperti
burung walet itu?" Kristen walet? Wow… pagi itu Tuhan Yesus sangat
luar biasa mengajari saya melalui burung Walet. Ternyata ada beberapa
hal indah yang bisa saya teladani dari burung walet. Apa itu? Pertama,
si burung walet itu tidak pernah menuntut dilayani, diberikan minum,
makan, pakaian, dan pelayanan yang sangat memuaskan sebagai tamu yang
sangat spesial dari si empunya rumah, padahal ia datang membawa uang
yang begitu banyak kepada si tuan rumah. Sejatinya ia layak dilayani
seperti tamu hotel berbintang lima bukan? Si burung walet membuat
sarang dengan air liurnya. Setelah sarang itu jadi, si pemilik rumah
tinggal naik ke atas rumah dan mengambil sarang itu, lalu menjualnya
dengan harga puluhan juta bahkan ratusan juta rupiah. Kedua, si walet
tidak pernah menggerutu ketika sarangnya diambil untuk dijual. Ia
tidak pernah marah bin ngambek meninggalkan rumah si pemilik gedung
itu kemudian ngacir mencari tempat yang baru. Tidak juga ia
memprovokasi teman-temannya untuk berdemonstrasi agar tidak bersarang
lagi di sana. Tidak. Ia bersama kawan-kawannya tetap saja memberikan
keuntungan ratusan juta rupiah kepada si pemilik rumah. Ketiga, si
walet tetap dapat berkicau merdu walaupun hidupnya hanya dimanfaatkan
orang. Baginya hidup adalah untuk melayani, memberi dan memberi
semata. Keempat, keuntungan yang diberikan si walet bukan sehari dua
hari saja tetapi dalam jangka yang panjang kepada si pemilik gedung.
Banyak orang bisa menolong orang lain dengan pergorbanan yang besar
bahkan sangat besar bila waktunya sekali dua kali saja. Tetapi adakah
orang yang mau berkorban terus menerus meskipun dia seorang
konglomerat? Yang acapkali terjadi, belum membantu sesenpun sudah
banyak alasan keluar dari bibir mulut kita, bukan? Yang parahnya
seringkali bukan kita berkorban melainkan mengorbankan orang lain demi
kepentingan diri sendiri. Beda dengan si walet. Walet sudah teruji.
Ia tidak pernah bosan membagi berkat terus menerus. Dalam jangka
panjang.
Bagaimana dengan kita sebagai jemaat, pendeta, penginjil, majelis, dan
aktifis gereja? Sudahkah kita menjadi seperti burung walet yang hanya
melayani tanpa menuntut untuk dilayani? Sudah dan sudikah kita
melayani tanpa bersungut-sungut? Adakah sukacita di hati terdalam
ketika kita melayani Tuhan dan sesama? Ketika seseorang datang kepada
kita untuk meminta pertolongan bagaimana reaksi kita? Apakah kita
berkata dalam hati, "Puji Tuhan, Tuhan percayakan saya melayani
saudara ini." Ataukah reaksi kita langsung memancarkan "wajah nenas"?
Adakah kita dapat menangis dengan orang yang menangis? Bersedih dengan
orang yang bersedih? Ataukah kita berharap agar orang itu segera pergi
saja dari hadapan kita? Seperti burung walet, akan terus bertahankah
kita dalam jangka panjang untuk menjadi saluran berkat, kebaikan, dan
keuntungan bagi mereka yang butuh pertolongan? Atau kita berkata dalam
hati, "Ya… dia lagi, dia lagi, bosan euy lihat mukanya!"
Bagaimana dengan hidup kita selama ini? Barangkali gaya hidup kita
berbalikpunggung dengan hidup si walet. Seharusnya binatang yang
belajar dari manusia bukan? Tetapi jangan malu bila memang kita harus
belajar dari binatang. Tuhan sendiri pernah menyuruh manusia agar
belajar dari binatang (Amsal 30:24-32). Mari kita jujur pada diri kita
sendiri, adakah kita melayani seperti si walet yang sehari-harinya
selalu bergairah memberi dan memberi sambil bernyanyi? Ataukah kita
selalu berpikir, "saya mendapat untung apa bila melayani dia?" Saya
akan diberi "amplop" atau tidak ya, kalau saya pergi mendoakan jemaat?
Sebagai jemaat, pengurus, aktifis, dan hamba Tuhan di gereja ataupun
di lembaga-lembaga pelayanan, seberapa rajinkah kita saling
memerhatikan, mengunjungi, menanyakan keadaan, dan memberikan
perhatian kasih kepada yang lain? Ketika seseorang sedang bergumul
kesusahan, penuh air mata, adakah hati kita tergerak oleh belaskasihan
untuk menyeka air mata mereka? Atau justru kita sebaliknya menggerutu
dan menghakimi, "Siapa suruh? Rasakan akibatnya sekarang!" Dan yang
menyedihkan bukannya menolong malah kita menjadi juru bisik sehingga
situasi makin tidak kondusif. Pernahkah kita merenungkan siapakah yang
Tuhan suruh kita layani? Yesus berkata: "Sesungguhnya segala sesuatu
yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina
ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40). Sekarang kita
sudah tahu siapa yang kita perlu layani. Nah, lebih suka mana,
mengunjungi dan melayani si elite atau si pailit? Kita sendirilah yang
paling tahu jawabannya!
Lalu, beberapa hari kemudian saya berkesempatan lagi mengunjungi
sebuah desa yang tidak terlalu jauh dari kota Bengkulu. Di sepanjang
perjalanan saya melihat ribuan pohon karet berdiri berderet-deret
rapi. Indah nian pemandangannya. Sebagian pohon karet itu terlihat
sedang disayat-sayat oleh pisau sadap di tangan sang petani. Dari
sayatan itu keluarlah cairan getah karet yang berwarna putih. Pada
hari-hari tertentu para petani karet mengambil getah karet lalu
dijual. Di sepanjang perjalanan siang itu, seolah Tuhan bertanya
kepada saya: "Bisakah engkau menjadi orang Kristen seperti pohon karet
itu?" Wow pertanyaan yang berat. Ya, berat sekali untuk dijawab.
Adakah di antara kita yang rela tegak berdiri menerima sayatan demi
sayatan yang membuat batin ini berdarah-darah tanpa secuilpun rasa
untuk memberontak paling tidak melepaskan diri darinya? Ya Tuhan,
betapa dalamnya hikmat dan tantangan yang Engkau berikan. Pohon karet
itu rela terluka-luka. Sudi berdarah-darah. Sakit. Sungguh amat sakit.
Bukan sekali dua kali, tetapi sepanjang hidupnya ia menerima sayatan
demi sayatan untuk menghidupi petani dan keluarganya bahkan berguna
bagi kebutuhan umat manusia di bumi ini. Pohon karet paling tidak bagi
saya adalah lambang pengorbanan yang sejati dan tiada putus-putusnya
sampai akhir hidup. Petani memang merawat dan memberikan pupuk sebagai
makanan bagi pohon karet supaya ia tetap hidup. Namun itu semata-mata
supaya sang petani dapat mengambil cairan getahnya. Tubuh pohon karet
menjadi tidak mulus, kasar, penuh bekas luka sayatan yang tak elok
dipandang mata. Akhirnya ia tidak dapat lagi menghasilkan getah karet
buat si petani dan ia pun mati ketuaan.
Lagi-lagi bagaimana dengan kita? Sudah berapa lama kita melewati
jalan persembahan kita melayani di ladang Tuhan? Sudahkah kita menjadi
orang Kristen seperti pohon karet itu? Barangkali Saudara dan saya
pernah mengalami atau mungkin sekali Anda yang sedang membaca tulisan
ini sedang tersayat-sayat dan terluka-luka dengan tutur kata, sikap,
dan perilaku orang-orang lain? Mungkin Anda sedang dalam kepahitan
bahkan sekarangpun air matamu masih terus membasahi pipimu? Saya hanya
bisa berpesan melalui tulisan ini, kuatkanlah hatimu. Berjalanlah
terus dalam imanmu yang berfokus hanya kepada Tuhan Yesus. Layani Dia
terus setia sampai akhir. Saya pun pernah mengalami sayatan-sayatan
hingga terluka-luka, berdarah-darah. Seorang pendeta memborbardir saya
dengan fitnahannya ke mana-mana. Saya pernah diboikot tatkala akan
berkhotbah di suatu kebaktian oleh karena tajamnya fitnahannya. Ia
menyebarluaskan fitnahannya bahwa saya telah memerkaya diri dengan
mencuri uang bantuan gereja. Saya dikatakan telah memanfaatkan
pelayanan orang-orang miskin demi memberi makan dan minum istri dan
anak-anakku. Saya dituduh telah menjual kemiskinan orang-orang miskin
demi mempertahankan hidup saya dan keluarga. Yang paling perih, saya
dikutuknya akan menjadi seperti Ananias dan Safira yang menipu Roh
Kudus karena tidak mengakui bahwa saya telah mencuri uang bantuan
gereja. Betapa amat perih, sedih, dan pahit hati saya. Hampir saja
saya terjatuh dalam dosa. Saya sungguh berhasrat memberontak dan
membalas dengan cara-cara yang lebih hebat. Tetapi puji Tuhan, Dia
menghalangi hasrat iblis itu untuk membalas kejahatan dengan
kejahatan. Sebaliknya diberikan-Nya hati baru yang berbelaskasihan
pada si pemfitnah itu. Ajaib Tuhanku! Sang pendeta kini mengalami
kemunduran pelayanan yang amat memprihatinkan. Doa saya kiranya Tuhan
mengampuni dan mau memakainya kembali di ladang Tuhan. Semoga doa saya
dijawab Tuhan.
Puji Tuhan, saya boleh merenungkan hidup si pohon karet itu yang rela
diam meski disayat-sayat hingga terluka-luka. Bahkan terus
menghasilkan kebaikan demi kebaikan dan keuntungan demi keuntungan
bagi yang menyayat dan melukainya. Sejatinya Yesuslah yang telah
terlebih dulu merasakan betapa pahitnya diperlakukan kejam dan tak
adil. Ia telah meninggalkan teladan sempurna kepada kita. Kita
belajar dari kitab Yesaya 53:7: "Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan
diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang
dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan
orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya."
Yesus Kristus dengan rela telah menjadikan diri-Nya yang amat kaya,
penuh kuasa dan kemuliaan itu sebagai hamba yang sangat miskin dan
menderita hingga tergantung mati di kayu salib disamakan dengan para
penjahat terkutuk. Sengsara dan kematian Yesus di salib memberikan
dampak yang maha dahsyat bagi kita. Ya kita yang penuh kejijikan dosa,
yang tiada berguna sama sekali karena menjadi seteru Allah, yang hanya
pantas dilemparkan ke dalam bara api neraka kekal. Tetapi melalui
karya-Nya di salib itulah kita diselamatkan dari kematian yang
mengerikan bahkan oleh karena cucuran darah-Nya kita dapat menikmati
kepuasan sejati yang tiada tara bersama-Nya di surga permai.
Sampai di sini saya merenung sedalam-dalamnya, mengapa umat Kristen
zaman ini sebagian besar jatuh terkapar dan tidak mampu menghasilkan
buah-buah yang mampu menyejahterakan bangsanya dan umat manusia di
bumi ini? Hanya ada satu jawabannya. Memang kita seringkali tidak
diajari oleh para pengkhotbah bahwa mengikut Kristus bukan hanya
beriman tetapi juga berjuang dan menderita di dunia ini demi Dia.
Filipi 1:29 mengatakan demikian: "Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan
saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita
untuk Dia." "Kata-Nya kepada mereka semua: "Setiap orang yang mau
mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap
hari dan mengikut Aku" (Lukas 9:23). Barangsiapa tidak memikul
salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku" (Lukas
14:27). Saudaraku, tunggu dulu! Mengikut Yesus tidak melulu
menderita. Ingat pada akhirnya saudara dan saya akan menikmati puncak
kenikmatan sejati dalam keabadian masa. Firman Tuhan dalam Wahyu
2:7,11,17; 2:26; 3:5, 12,21; 21:7 berkata: Siapa bertelinga,
hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat:
Barangsiapa menang, dia akan Kuberi makan dari pohon kehidupan yang
ada di Taman Firdaus Allah." Siapa bertelinga, hendaklah ia
mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat: Barangsiapa
menang, ia tidak akan menderita apa-apa oleh kematian yang
kedua."Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan
Roh kepada jemaat-jemaat: Barangsiapa menang, kepadanya akan Kuberikan
dari manna yang tersembunyi; dan Aku akan mengaruniakan kepadanya batu
putih, yang di atasnya tertulis nama baru, yang tidak diketahui oleh
siapapun, selain oleh yang menerimanya." Dan barangsiapa menang dan
melakukan pekerjaan-Ku sampai kesudahannya, kepadanya akan
Kukaruniakan kuasa atas bangsa-bangsa; Barangsiapa menang, ia akan
dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus
namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di
hadapan Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya. Barangsiapa menang,
ia akan Kujadikan sokoguru di dalam Bait Suci Allah-Ku, dan ia tidak
akan keluar lagi dari situ; dan padanya akan Kutuliskan nama Allah-Ku,
nama kota Allah-Ku, yaitu Yerusalem baru, yang turun dari sorga dari
Allah-Ku, dan nama-Ku yang baru. Barangsiapa menang, ia akan
Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhta-Ku, sebagaimana
Akupun telah menang dan duduk bersama-sama dengan Bapa-Ku di atas
takhta-Nya. Barangsiapa menang, ia akan memperoleh semuanya ini, dan
Aku akan menjadi Allahnya dan ia akan menjadi anak-Ku. Inilah daftar
penghiburan sejati untuk mereka yang mengikuti Yesus dalam iman yang
benar dan yang ikut menderita bagi-Nya.
Maafkan saya saudaraku, izinkanlah saya mengatakan suatu kebenaran.
Sekarang ini terlalu banyak orang yang menamakan diri hamba Tuhan yang
mengajarkan kepalsuan. Menyimpang dari ajaran Alkitab. Mereka
berkhotbah bahwa menjadi orang Kristen harus mengklaim janji-janji
Tuhan bagi kesejahteraan, kesehatan, kekayaan yang bersifat jasmaniah
dan materialistis. Dan terlalu banyak orang Kristen saat ini yang
tersesat oleh khotbah-khotbah hamba Tuhan demikian. Khotbah-khotbah
zona nyaman telah membius jutaan umat Kristen saat ini. Mereka menolak
pikul salib dan kuk dalam mengiring Yesus dan menggantikannya dengan
kenikmatan-kenikmatan palsu yang diiming-imingi para pendeta
materialistis ini. Betapa memilukan dan memalukan kekristenan zaman
ini.
Izinkan saya dipenghujung tulisan ini menyampaikan kepada Anda yang
pernah terluka dan yang sedang terluka-luka serta tersayat-sayat perih
hingga saat ini demi mengiringi Tuhan Yesus. Mari, tinggalkan segera
segala kepahitanmu. Belajarlah dari pohon karet itu dan terutama
pandanglah Tuhan kita Yesus Kristus yang telah terlebih dulu merasakan
betapa sakitnya disayat-sayat hingga terluka-luka dan berdarah-darah,
bahkan mati. Semua itu dilakukan-Nya demi kebahagiaan sejati buat
saudara dan saya. Ingat berkat-berkat bagi orang yang mengikut Yesus
setia hingga akhir dalam Mazmur 126:5-6, Wahyu 2:7,11,17; 2:26; 3:5,
12,21; 21:7.
Marilah kita menjadi Kristen burung walet dan Kristen pohon karet yang
tercermin jelas dan bening dalam kehidupan Yesus Kristus. Sekalipun Ia
kaya, namun karena kita yang berdosa ini, Ia rela menjadi miskin
supaya kita menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya. Dia dianiaya,
tetapi Dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulut-Nya"
(2Korintus 8:9, Yesaya 53:7). Hidup seperti inilah yang sangat
didambakan-Nya dari kita. Amin! Rev. Hans Andrias