Suatu
waktu di negeri Hayalan diadakan sayembara untuk memilih orang yang selama
hidupnya tidak pernah berbohong. Berita sayembara itu segera tersebar ke
seluruh pelosok negeri Hayalan beberapa
saat setelah sayembara itu diumumkan. Penduduk sangat antusias untuk mengikuti
sayembara ini, dari berbagai penjuru negeri mulai berdatangan tidak terkecuali
miskin atau kaya, tua atau muda. Tidak ada syarat khusus untuk ikut dalam
sayembara ini, dan dinyatakan terbuka untuk semua warga negeri Khayalan. Karena
banyaknya warga yang mendaftarkan diri dalam sayembara ini, panitia menjadi
kewalahan menanganinya.
Setelah beberapa waktu menunggu, tibalah saatnya untuk memilih orang yang tidak pernah berbohong selama hidupnya, tetapi lagi-lagi panitia kewalahan sebab dari sekian banyak peserta sayembara rata-rata mengaku tidak pernah berbohong. Panitia tidak kehilangan akal untuk menentukan pemenangnya, segera dikirim utusan untuk meminjam detektor kenohongan milik kepolisian di planet bumi. Dengan detektor ini akhirnya panitia dapat menentukan seorang pemenang sayembara.
Dari cerita ini kita dapat membayangkan seandainya detektor di atas dapat digunakan untuk mendeteksi motivasi seseorang sebelum ia berbuat sesuatu, tentu hidup ini akan terasa lebih indah dan lebih menyenangkan sebab seseorang akan ketahuan motivasinya dalam berbuat sesuatu. Tetapi sampai saat ini detektor motivasi belum ada, hanya Tuhan-lah yang mengetahui motivasi dan isi hati seseorang. Mungkin dalam benak kita muncul berbagai pertanyaan: seseorang berbuat baik terhadap saya, apa motivasinya? Tuluskah dia? Atau ada sesuatu dibalik kebaikannya? “kita terlibat dalam pelayanan, motivasi kita apa?, “apa motivasi kita menjadi pengikut Yesus? Ikut-ikutan karena orang lain berbuat demikian? Ataukah ada U dibalik B?
Berpulang kepada kita, apakah motivasi kita baik dan tulus atau tidak, hanya Tuhan dan anda yang tahu. Seharusnya motivasi yang benar adalah: jika engkau makan/minum/jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah (1 Korintus 10:31). Tetapi celakanya seringkali Tuhan mendapatkan betapa liciknya hati, lebih licik dari segala sesuatu (Yeremia 17:9a). Sampai kapan kita berlaku licik di hadapan Tuhan yang sedang memandang kita setiap tarikan nafas kita? By: Adrianus Pasasa
Setelah beberapa waktu menunggu, tibalah saatnya untuk memilih orang yang tidak pernah berbohong selama hidupnya, tetapi lagi-lagi panitia kewalahan sebab dari sekian banyak peserta sayembara rata-rata mengaku tidak pernah berbohong. Panitia tidak kehilangan akal untuk menentukan pemenangnya, segera dikirim utusan untuk meminjam detektor kenohongan milik kepolisian di planet bumi. Dengan detektor ini akhirnya panitia dapat menentukan seorang pemenang sayembara.
Dari cerita ini kita dapat membayangkan seandainya detektor di atas dapat digunakan untuk mendeteksi motivasi seseorang sebelum ia berbuat sesuatu, tentu hidup ini akan terasa lebih indah dan lebih menyenangkan sebab seseorang akan ketahuan motivasinya dalam berbuat sesuatu. Tetapi sampai saat ini detektor motivasi belum ada, hanya Tuhan-lah yang mengetahui motivasi dan isi hati seseorang. Mungkin dalam benak kita muncul berbagai pertanyaan: seseorang berbuat baik terhadap saya, apa motivasinya? Tuluskah dia? Atau ada sesuatu dibalik kebaikannya? “kita terlibat dalam pelayanan, motivasi kita apa?, “apa motivasi kita menjadi pengikut Yesus? Ikut-ikutan karena orang lain berbuat demikian? Ataukah ada U dibalik B?
Berpulang kepada kita, apakah motivasi kita baik dan tulus atau tidak, hanya Tuhan dan anda yang tahu. Seharusnya motivasi yang benar adalah: jika engkau makan/minum/jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah (1 Korintus 10:31). Tetapi celakanya seringkali Tuhan mendapatkan betapa liciknya hati, lebih licik dari segala sesuatu (Yeremia 17:9a). Sampai kapan kita berlaku licik di hadapan Tuhan yang sedang memandang kita setiap tarikan nafas kita? By: Adrianus Pasasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar