Banyak orang percaya yang sering memilih untuk mengenal pribadi dan
karya Tuhan Yesus melalui pengalaman orang lain. Mereka lebih suka
mendengar pengalaman orang lain dari pada mengalaminya sendiri.
Seandainya kita diperhadapkan pada kisah-kisah seperti ini, bagaimana
tanggapan kita? Misalnya: Dalam hal liburan, maukah kita berlibur
dengan cara meminta orang lain menikmati liburan, lalu ia
menceritakannya kepada kita? Dalam berpacaran, maukah kita berpacaran
dengan cara meminta seorang sahabat berkencan dengan pacar kita, lalu
ia menceritakan kepada kita? Dalam menikmati makanan, maukah kita
makan dengan cara meminta orang lain mewakili kita makan, lalu ia
menceritakannya kepada kita? Tentu untuk semuanya itu, kita mau
mengalaminya langsung, bukan hanya diceritakan orang lain atau melalui
perantara. Bagaimana dengan hubungan kita bersama Tuhan?
Waktu teduh adalah waktu pertemuan pribadi. Kita menanggapi kerinduan
Tuhan dengan menyediakan waktu khusus untuk bertemu dengan-Nya. Kita
mencurahkan isi hati dan memperhatikan perkataan-Nya. Kita datang
menghadap Dia, mendengarkan Dia, dan menanggapi Dia. Waktu teduh
adalah suatu undangan pribadi, yang tak dapat diwakilkan. Seberapa
banyak waktu yang akan kita berikan untuk membangun hubungan seperti
ini?
Tuhan Yesus selalu memakai perumpamaan pohon dan ranting untuk
menjelaskan betapa pentingnya hubungan pribadi dengan Tuhan. Sebuah
ranting daunnya bisa rontok dan tak berbuah, entah karena belum
waktunya, karena musim berganti atau karena diserang hama. Namun,
selama masih menempel pada batang utama, ranting itu masih tetap punya
harapan untuk bertunas kembali. Tetapi jika dipatahkan atau terpisah
dari batang utama, maka betapapun rimbunnya, ranting itu lambat laun
akan kering dan mati.
Waktu teduh akan terasa hambar dan kering jika hanya menjadi kewajiban
agamawi belaka. Namun, jika kita melihatnya sebagai sarana yang
dibutuhkan untuk membangun hubungan yang erat dengan Tuhan, tidakkah
kita akan mengusahakannya dengan segenap jiwa? Sama seperti ketika
kita lapar dan butuh makanan, haus dan butuh segelas air. Kehujanan
dan mencari tempat berteduh. Mencintai dan rindu bertemu dengan yang
dicintai. Tentu kita akan menjalani prosesnya dengan hasrat yang kuat
dari dalam diri sendiri, bukan hanya karena dorongan orang lain.
Waktu teduh dengan Tuhan akan membawa dampak pada pola kehidupan kita,
seperti persekutuan dengan rekan seiman dipengaruhi oleh persekutuan
pribadi kita dengan Tuhan. Bersaksi juga menjadi lebih mudah jika kita
mengalami Tuhan setiap hari. Perkataan maupun perbuatan kita akan
makin selaras dengan kehendak Tuhan jika kita bergaul karib
dengan-Nya. Pendek kata, waktu teduh dapat membuat hidup seseorang
menjadi berbeda.
Memilih untuk mengutamakan Tuhan melalui waktu teduh, tanpaknya
sederhana tetapi pilihan untuk membina hubungan pribadi dengan Tuhan
akan membawa kita kepada pilihan-pilihan berikutnya. Misalnya, ketika
kita memilih untuk menyediakan waktu secara khusus untuk bertemu
dengan Tuhan setiap pukul enam pagi, kita akan diperhadapkan pada
berbagai pilihan yang mengikuti. Seperti pukul berapa saya harus tidur
jika saya ingin bersaat teduh pukul enam esok pagi? Jam berapa saya
harus berhenti menonton televisi agar bisa bangun tepat waktu? Apakah
saya akan mandi sebelum atau sesusah waktu teduh? Di mana saya akan
bersaat teduh? Dan lain sebagainya. Kita perlu menetapkan
batasan-batasan dengan sengaja untuk dapat memiliki waktu yang
berkualitas bersama Tuhan.
Pilihan-pilihan semacam ini hanya dapat dihasilkan oleh hati yang
benar-benar mengasihi Tuhan, yang memandang hubungan pribadi dengan
Tuhan sebagai hal yang utama dan paling berharga. Waktu teduh adalah
bagian terbaik di mata Tuhan, sekaligus merupakan waktu yang menuntut
ketetapan hati. Apakah kita berketetapan untuk memilih yang terbaik
ini setiap hari?
Kalau kita mau jujur pada saat apa kita paling mengharapkan kehadiran
Tuhan? Saat ditimpah kesusahan? Saat sakit keras? Butuh pertolongan
segera? Namun, bagaimana ketika kita dalam keadaan baik-baik saja?
Adakah kerinduan yang sama meliputi kita setiap kali kita memulai
waktu teduh? Salah satu hambatan dalam menikmati waktu teduh bisa saja
bersumber dari tidak adanya hasrat yang kuat untuk datang menghadap
Tuhan. Pertemuan biasa saja berjalan, tetapi sekedarnya, karena hati
tidak siap diarahkan ke Tuhan. Jika kita benar-benar menghargai dan
mengharapkan kehadiran seseorang, kita tentu mempersiapkan diri dan
segala sesuatunya dengan baik. Apalagi terhadap Tuhan!
Persiapan apa yang biasanya kita lakukan untuk datang menghadap Tuhan?
Jangan datang dengan pikiran kosong. Datanglah dengan mempersiapkan
tubuh, jiwa dan roh untuk menghadap Tuhan. Ingat bahwa kita hendak
datang menghadap pribadi yang sangat penting! Demikian juga dengan
peranan Roh Kudus, mohonlah Roh Kudus memberi hikmat agar kita dapat
mengenal Tuhan dan kebenaran-Nya. Kita membutuhkan pertolongan Roh
Kudus supaya kita tidak menjadi seperti "robot" dalam berwaktu teduh.
Robot bisa diprogram agar setiap pukul 6 pagi berdoa dan membaca
Alkitab, menyanyikan pujian bagi Tuhan. Namun, apakah doa dan pujian
robot yang serba teratur ini didengarkan oleh Tuhan? Jelas tidak,
karena yang dilakukan robot ini hanyalah sesuatu yang mekanis saja,
tidak ada jiwanya, tidak ada roh yang berhubungan dengan Roh Tuhan.
Kadangkala kita juga bisa masuk ke dalam suatu mekanisme rohani.
Kelihatannya saja kita membaca Alkitab dan berdoa, namun sebenarnya
jiwa kita tidak ada didalamnya. Pertanyaannya, seberapa banyak peran
Roh Kudus dalam waktu teduh kita selama ini?
Waktu teduh adalah juga waktu untuk mendengarkan Tuhan. Bagaimana
caranya? Dengan memberikan perhatian yang sungguh-sungguh kepada
firman-Nya. Alkitab dapat memberikan hikmat, menuntun pada keselamatan
oleh iman, bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan,
memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Ketika
membaca Alkitab, ingatlah bahwa kita sedang mendengarkan Tuhan, bukan
sedang membaca makalah atau menganalisis tulisan seseorang. Mintalah
kepada Tuhan untuk menunjukkan kepada kita apa yang ia ingin sampaikan
kepada kita secara pribadi pada saat itu. Sayangnya, kita seringkali
tidak merespon sebagaimana mestinya terhadap apa yang Tuhan nyatakan.
Hidup kita tak ada bedanya sebelum dan sesudah mendengarkan Dia.
Yakobus menyebut orang yang demikian sebagai pendengar firman saja,
bukannya pelaku firman.
Tanpa kita sadari, kerap kali kita menempatkan Tuhan seperti penyiar
televisi yang menyampaikan berita satu arah. Pendengar merasa tidak
perlu menyampaikan tanggapan langsung, karena sang penyiar berada di
tempat yang jauh. Kita lupa bahwa sesunggunya Tuhan hadir dan
menantikan kita menanggapi Dia. Kita dapat menanggapi Tuhan melalui
tindakan yang spesifik. Tuhan mungkin menggerakkan hati kita untuk
mengerjakan sesuatu ketika kita membaca firman-Nya. Misalnya berdamai
dengan seseorang, menolong seseorang. Bersegeralah melakukannya!
Mintalah Tuhan menunjukkan tindakan spesifik yang dapat kita lakukan
untuk menaati-Nya.
Sampai disini apakah kita masih menganggap waktu teduh tidak penting?????
Diringkas dari buku BERAKAR DALAM KRISTUS, Yayasan Gloria
karya Tuhan Yesus melalui pengalaman orang lain. Mereka lebih suka
mendengar pengalaman orang lain dari pada mengalaminya sendiri.
Seandainya kita diperhadapkan pada kisah-kisah seperti ini, bagaimana
tanggapan kita? Misalnya: Dalam hal liburan, maukah kita berlibur
dengan cara meminta orang lain menikmati liburan, lalu ia
menceritakannya kepada kita? Dalam berpacaran, maukah kita berpacaran
dengan cara meminta seorang sahabat berkencan dengan pacar kita, lalu
ia menceritakan kepada kita? Dalam menikmati makanan, maukah kita
makan dengan cara meminta orang lain mewakili kita makan, lalu ia
menceritakannya kepada kita? Tentu untuk semuanya itu, kita mau
mengalaminya langsung, bukan hanya diceritakan orang lain atau melalui
perantara. Bagaimana dengan hubungan kita bersama Tuhan?
Waktu teduh adalah waktu pertemuan pribadi. Kita menanggapi kerinduan
Tuhan dengan menyediakan waktu khusus untuk bertemu dengan-Nya. Kita
mencurahkan isi hati dan memperhatikan perkataan-Nya. Kita datang
menghadap Dia, mendengarkan Dia, dan menanggapi Dia. Waktu teduh
adalah suatu undangan pribadi, yang tak dapat diwakilkan. Seberapa
banyak waktu yang akan kita berikan untuk membangun hubungan seperti
ini?
Tuhan Yesus selalu memakai perumpamaan pohon dan ranting untuk
menjelaskan betapa pentingnya hubungan pribadi dengan Tuhan. Sebuah
ranting daunnya bisa rontok dan tak berbuah, entah karena belum
waktunya, karena musim berganti atau karena diserang hama. Namun,
selama masih menempel pada batang utama, ranting itu masih tetap punya
harapan untuk bertunas kembali. Tetapi jika dipatahkan atau terpisah
dari batang utama, maka betapapun rimbunnya, ranting itu lambat laun
akan kering dan mati.
Waktu teduh akan terasa hambar dan kering jika hanya menjadi kewajiban
agamawi belaka. Namun, jika kita melihatnya sebagai sarana yang
dibutuhkan untuk membangun hubungan yang erat dengan Tuhan, tidakkah
kita akan mengusahakannya dengan segenap jiwa? Sama seperti ketika
kita lapar dan butuh makanan, haus dan butuh segelas air. Kehujanan
dan mencari tempat berteduh. Mencintai dan rindu bertemu dengan yang
dicintai. Tentu kita akan menjalani prosesnya dengan hasrat yang kuat
dari dalam diri sendiri, bukan hanya karena dorongan orang lain.
Waktu teduh dengan Tuhan akan membawa dampak pada pola kehidupan kita,
seperti persekutuan dengan rekan seiman dipengaruhi oleh persekutuan
pribadi kita dengan Tuhan. Bersaksi juga menjadi lebih mudah jika kita
mengalami Tuhan setiap hari. Perkataan maupun perbuatan kita akan
makin selaras dengan kehendak Tuhan jika kita bergaul karib
dengan-Nya. Pendek kata, waktu teduh dapat membuat hidup seseorang
menjadi berbeda.
Memilih untuk mengutamakan Tuhan melalui waktu teduh, tanpaknya
sederhana tetapi pilihan untuk membina hubungan pribadi dengan Tuhan
akan membawa kita kepada pilihan-pilihan berikutnya. Misalnya, ketika
kita memilih untuk menyediakan waktu secara khusus untuk bertemu
dengan Tuhan setiap pukul enam pagi, kita akan diperhadapkan pada
berbagai pilihan yang mengikuti. Seperti pukul berapa saya harus tidur
jika saya ingin bersaat teduh pukul enam esok pagi? Jam berapa saya
harus berhenti menonton televisi agar bisa bangun tepat waktu? Apakah
saya akan mandi sebelum atau sesusah waktu teduh? Di mana saya akan
bersaat teduh? Dan lain sebagainya. Kita perlu menetapkan
batasan-batasan dengan sengaja untuk dapat memiliki waktu yang
berkualitas bersama Tuhan.
Pilihan-pilihan semacam ini hanya dapat dihasilkan oleh hati yang
benar-benar mengasihi Tuhan, yang memandang hubungan pribadi dengan
Tuhan sebagai hal yang utama dan paling berharga. Waktu teduh adalah
bagian terbaik di mata Tuhan, sekaligus merupakan waktu yang menuntut
ketetapan hati. Apakah kita berketetapan untuk memilih yang terbaik
ini setiap hari?
Kalau kita mau jujur pada saat apa kita paling mengharapkan kehadiran
Tuhan? Saat ditimpah kesusahan? Saat sakit keras? Butuh pertolongan
segera? Namun, bagaimana ketika kita dalam keadaan baik-baik saja?
Adakah kerinduan yang sama meliputi kita setiap kali kita memulai
waktu teduh? Salah satu hambatan dalam menikmati waktu teduh bisa saja
bersumber dari tidak adanya hasrat yang kuat untuk datang menghadap
Tuhan. Pertemuan biasa saja berjalan, tetapi sekedarnya, karena hati
tidak siap diarahkan ke Tuhan. Jika kita benar-benar menghargai dan
mengharapkan kehadiran seseorang, kita tentu mempersiapkan diri dan
segala sesuatunya dengan baik. Apalagi terhadap Tuhan!
Persiapan apa yang biasanya kita lakukan untuk datang menghadap Tuhan?
Jangan datang dengan pikiran kosong. Datanglah dengan mempersiapkan
tubuh, jiwa dan roh untuk menghadap Tuhan. Ingat bahwa kita hendak
datang menghadap pribadi yang sangat penting! Demikian juga dengan
peranan Roh Kudus, mohonlah Roh Kudus memberi hikmat agar kita dapat
mengenal Tuhan dan kebenaran-Nya. Kita membutuhkan pertolongan Roh
Kudus supaya kita tidak menjadi seperti "robot" dalam berwaktu teduh.
Robot bisa diprogram agar setiap pukul 6 pagi berdoa dan membaca
Alkitab, menyanyikan pujian bagi Tuhan. Namun, apakah doa dan pujian
robot yang serba teratur ini didengarkan oleh Tuhan? Jelas tidak,
karena yang dilakukan robot ini hanyalah sesuatu yang mekanis saja,
tidak ada jiwanya, tidak ada roh yang berhubungan dengan Roh Tuhan.
Kadangkala kita juga bisa masuk ke dalam suatu mekanisme rohani.
Kelihatannya saja kita membaca Alkitab dan berdoa, namun sebenarnya
jiwa kita tidak ada didalamnya. Pertanyaannya, seberapa banyak peran
Roh Kudus dalam waktu teduh kita selama ini?
Waktu teduh adalah juga waktu untuk mendengarkan Tuhan. Bagaimana
caranya? Dengan memberikan perhatian yang sungguh-sungguh kepada
firman-Nya. Alkitab dapat memberikan hikmat, menuntun pada keselamatan
oleh iman, bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan,
memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Ketika
membaca Alkitab, ingatlah bahwa kita sedang mendengarkan Tuhan, bukan
sedang membaca makalah atau menganalisis tulisan seseorang. Mintalah
kepada Tuhan untuk menunjukkan kepada kita apa yang ia ingin sampaikan
kepada kita secara pribadi pada saat itu. Sayangnya, kita seringkali
tidak merespon sebagaimana mestinya terhadap apa yang Tuhan nyatakan.
Hidup kita tak ada bedanya sebelum dan sesudah mendengarkan Dia.
Yakobus menyebut orang yang demikian sebagai pendengar firman saja,
bukannya pelaku firman.
Tanpa kita sadari, kerap kali kita menempatkan Tuhan seperti penyiar
televisi yang menyampaikan berita satu arah. Pendengar merasa tidak
perlu menyampaikan tanggapan langsung, karena sang penyiar berada di
tempat yang jauh. Kita lupa bahwa sesunggunya Tuhan hadir dan
menantikan kita menanggapi Dia. Kita dapat menanggapi Tuhan melalui
tindakan yang spesifik. Tuhan mungkin menggerakkan hati kita untuk
mengerjakan sesuatu ketika kita membaca firman-Nya. Misalnya berdamai
dengan seseorang, menolong seseorang. Bersegeralah melakukannya!
Mintalah Tuhan menunjukkan tindakan spesifik yang dapat kita lakukan
untuk menaati-Nya.
Sampai disini apakah kita masih menganggap waktu teduh tidak penting?????
Diringkas dari buku BERAKAR DALAM KRISTUS, Yayasan Gloria
2 komentar:
syallom.
selamat hari paskah pak? makasih untuk pesanya saya diberkati melalui tulisan karya bapak, dan biarlah juga itu menjadi berkat bagi semua orang pembacanya, kalau bisa pak saya mau masukan kesaksian saya? terima kasih.
syallom.
selamat hari paskah pak? makasih untuk pesanya saya diberkati melalui tulisan karya bapak, dan biarlah juga itu menjadi berkat bagi semua orang pembacanya, kalau bisa pak saya mau masukan kesaksian saya? terima kasih.
Posting Komentar