Perdana Menteri Jepang , Naoto Kan (66 tahun) mengumumkan pengunduran dirinya pada Jumat, 26 Agustus 2011. Ia mundur karena terus-menerus mendapatkan kecaman dari publik bahkan partainya sendiri, akibat tidak memperlihatkan kepemimpinan yang baik pasca gempa dan tsunami tanggal 11 Maret 2011. Ia juga dinilai tidak memiliki gebrakan dalam kebijakan politik luar negeri dan ekonomi Jepang. Inilah potret pemimpin yang penuh integritas yang patut dipuji dan diteladani. Seharusnya sikap kesatria ini diikuti para pemimpin kita. Namun sayang sejuta sayang, para pemimpin kita jauh sekali bedanya dengan para pemimpin di Jepang. Pemimpin kita banyak yang autis. Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal.
Ini yang sedang terjadi di depan mata seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau Rote hingga Pulau Miangas. Rakyat sudah muak semuak-muaknya menyaksikan tontonan para pemimpin autis. Celakanya, mereka tetap saja asyik dengan dirinya sendiri. Mereka tidak peduli apalagi ada yang mau mundur karena gagal menjalankan fungsinya sebagai pemimpin. Alih-alih mundur, mengaku salah saja tidak. Yang terjadi justru tanpa rasa malu bermuka badak mereka membela diri habis-habisan di depan media massa. Berani berbohong, tidak mengenal si anu dan si ani, padahal jelas-jelas si anu dan si ani adalah kaki tangan mereka untuk melibas habis dana-dana proyek yang ada di tangan mereka.
Kondisi bangsa yang sudah terseok-seok dan menebar aroma anyir perilaku korup ke seluruh tanah air, tidak membuat para pemimpin negeri ini siuman. Mereka tetap masih saja bergeming (tidak bergerak sedikit juga, hanya berdiam saja). Terutama Presiden kita ibarat bebek lumpuh yang hanya mengangakan mulutnya ketika melihat para pembantunya sedang terindikasi korupsi. Dengan alasan basi, "Saya tidak mau intervensi hukum." Presiden kita mungkin harus belajar lagi tentang manka "intervensi" tersebut. Jangan hanya penuh retorika semata di depan kamera para jurnalis media massa, "Saya ada di garda terdepan dalam pemberantasan korupsi." Juga sebagai pucuk pimpinan partai, ia berperilaku autis yang hanya asyik dengan dirinya sendiri, tidak peduli dengan pejabat-pejabat di partainya yang tidak sedikit tersandung kasus korupsi. Rakyat Indonesia sudah muak dengan gaya pencitraan.
Negeri kita sedang sakit parah. Silakan saja kita mau mengakuinya atau tidak. Namun yang jelas kondisi negeri kita makin memprihatinkan. Ini makin diperburuk dengan ulah para pemimpin saat ini yang semakin memuakkan hati rakyat. Pemimpin yang semestinya menjadi teladan kebajikan dan kebijakan bagi rakyat, kini telah edan. Sesama aparat hukum saling menggigit. Lihat saja perseteruan KPK dengan Polri dalam kasus simulator SIM terbaru saat ini. Sangat memilukan dan memalukan apa yang dikemukakan seorang ahli Indonesia dari Northwestern University AS, Prof. Jeffry Winters bahwa negeri ini sudah dikuasai para maling. (http://www.rakyatmerdekaonline.com/, Selasa, 09 Agustus 2011 , 15:51:00 WIB. Dilaporkan oleh Soemitro, RMonline). Bukan cuma itu. Camkan baik-baik, hutang Indonesia sudah mencapai Rp 1796 Triliun. Bila dibebankan kepada setiap rakyat Indonesia, maka setiap orang harus menanggung utang sebesar Rp. 74 juta (RMOL, Ninding Julius Permana, Kamis, 28 Juli 2011 , 10:50:00 WIB). Hutang sudah seabrek-abrek begitu masih dirampok lagi oleh para pejabat. Ada 17 orang Gubernur dari 33 orang tersangka korupsi. Bayangkan ada 50% dari jumlah seluruh Gubernur di Indonesia (33 Propinsi) adalah maling. Dan ada 138 orang Bupati/Wali Kota dari 497 Kabupaten/kota yang juga berstatus tersangka korupsi. (http://sosbud.kompasiana.com/2011/01/18/138-bupatiwalikota-17-gubernur-tersangka-korupsi-fantastik/). Belum lagi para maling yang merajalela dalam proyek-proyek APBN. Contoh terkini yang terjadi di Kementerian Negara Pemuda Olahraga, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Kementerian Agama dalam proyek pengadaan Al Qur'an. Saya mengamini apa yang pernah dikatakan Romo Franz. Romo Franz Magnis Suseno, delapan tahun yang lalu (di Yogyakarta, tepatnya pada hari Jumat, 26/9/2003) pernah berkata, "Bangsa Indonesia kini tinggal menunggu waktu masuk ke jurang karena korupsi bukan hanya dilakukan pejabat di tingkat pusat, melainkan merata di seluruh daerah dan semua tingkatan. Masyarakat yang melakukan korupsi adalah masyarakat yang berada di dataran miring yang licin, yang lama-kelamaan meluncur ke bawah dengan semakin cepat. "Tinggal menunggu waktu kapan semuanya jatuh ke jurang."
Saat ini kita punya pemimpin tapi tanpa kepemimpinan. Bahkan tidak sedikit yang sudah tidak bermoral lagi. Salah satu contoh, ada seorang elite partai politik yang suka berkoar-koar dan suka bikin heboh rakyat. Yang sangat memalukan, dia seorang Kristen. Ia sejatinya sudah beristri dan punya anak. Namun tanpa punya rasa malu dan takut, ia membuat surat pernyataan di bawah sumpah bahwa dirinya masih bujangan demi untuk menikah lagi sesuai ajaran agamanya. Mengerikan sekali. Demikian bunyi surat pernyataannya, "Dengan ini saya menyatakan di bawah sumpah bahwa sesungguhnya sampai saat ini saya belum pernah menikah dengan siapa pun juga dan saat ini saya masih jejaka. Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Dan bila kemudian hari saya tidak benar atau saya berdusta saya tanggung segala akibatnya sesuai dengan hukum yang berlaku baik hukum Tuhan maupun hukum negara sesuai UU yang berlaku di Indonesia. Saya tidak akan melibatkan aparat yang terkait khususnya aparat kelurahan. Jakarta, 6 Mei 2008. Yang membuat pernyataan: R.S, SH.(Reformata Edisi 143 tahun IX 1-30 September 2011, halaman 18).
Tuhan saja berani ia dustai apalagi rakyat kecil? Indonesia benar-benar sudah dekat sekali di ambang kolaps dengan moralitas pemimpin yang hancur etika, moral, dan spiritual begini, meskipun nampaknya kapal-kapal masih nampak berlayar di lautan. Pesawat-pesawat masih terbang mengangkasa. Mobil-mobil dan kereta api masih terus mendarat di jalanan. Para nelayan masih melaut. Para petani masih membajak sawahnya. Pedagang asongan masih menjajahkan jualan di bawah panas terik mentari. Para pemulung masih memungut sisa-sisa barang di sampah-sampah. Dan para buruh masih giat bekerja di pabrik-pabrik. Seharusnya para pemimpin makin bijak dan cerdas membaca tanda-tanda zaman. Tetapi sayang sejuta sayang. Para pemimpin kita autis. Ya autis! Lihat saja fakta-fakta ini dan bagaimana respon mereka? Sekarang ini ada 70 juta jiwa yang masih terseok-seok bergumul saban hari untuk mencari sesuap nasi. (Vivanews. Rabu, 12 Januari 2011, 12:56 WIB.Nur Farida Ahniar). Apakah mereka berjuang mati-matian untuk menolong jutaan rakyat yang lapar, yang sakit tapi tak bisa ke rumah sakit, yang tak bisa menyekolahkan anak-anaknya ini? Yang mereka lakukan justru tidak peduli dengan keadaan parah ini. Pertunjukan mereka terus berjalan. Korupsi makin menggila di mana-mana. Tak ada rasa malu. Tak ada rasa takut baik kepada manusia maupun Tuhan. Urat malu, urat takut, dan urat peduli sudah putus dari tubuh mereka. Mengerikan!
Kalau para pemimpin kekinian tak ada yang serius berjuang untuk para campesinos ini, jangan menyesal kalau sekali waktu mereka mengalami putus urat sabar dan sadarnya, lalu mengambil alih negeri ini dengan cara mereka sendiri. Jadi, solusinya bagaimana? Kalau kalian para elite sadar diri bahwa sudah tak mampu berbuat lagi untuk rakyat, mundurlah dengan kesatria dari tampuk kekuasaanmu. Angkat kakilah! Kalian pasti akan dihormati. Dan dikenang sejarah. Saya hanya mau mengingatkan, "Hai para pemimpin, berhentilah dari sikap autisme kalian. Siumanlah, ada jutaan rakyat negeri yang kini sedang mengerang kesakitan. Jadilah teladan bukan telah edan. Berhentilah merampok uang rakyat. Cintailah mereka seperti cintanya Yesus terhadap para kaum miskin [yang ketika melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala (Mat 9:36)]. Hai para pemimpin, sejahterakanlah rakyat yang memilih kalian sehingga kalian menjadi pemimpin. Dan akhirnya, berubahlah kalian dari pemimpin autis menjadi pemimpin altruis." Pemimpin altruis inilah yang diperkenankan-Nya sebab Dia Allah yang altruis, Allah yang rela menjadi manusia demi kepentingan orang lain. "Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya", 2Korintus 8:9.
Kota kembang, Selasa, 13 September 2011. Rev. Andrias Hans .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar